Thursday, October 14, 2010

Muktamar ke-VII KAMMI : Arah Baru Kepemimpinan Gerakan Mahasiswa”

Muktamar ke-VII KAMMI : Arah Baru Kepemimpinan Gerakan Mahasiswa”



by Kammi Sleman on Thursday, October 7, 2010 at 3:25pm







Adhe Nuansa Wibisono[1]

Humas KAMMI Daerah Sleman



Likulli marhalatu rijaluha

Likulli marhalatu masakiluha

Setiap generasi memiliki pahlawannya

Setiap generasi memiliki masalahnya



Konsepsi idealitas gerakan mahasiswa akan diuji ketika gerakan itu memasuki tingkatan nasional. Pada fase itu perbincangan akan idealitas filosofi gerakan sedikit demi sedikit akan beralih kepada bagaimana cara meningkatkan eksistensi dan meningkatkan bargaining position gerakan dalam ruang lingkup politik nasional. Karakter idealitas-filosofis yang menjadi semangat dasar di level grass roots (basis massa di kampus atau komisariat) akan bertabrakan dengan perspektif pragmatis-strategis yang menjadi kebutuhan-kebutuhan realistis pada permainan taktis di tingkatan elite (level nasional atau pengurus pusat). Penulis menilai KAMMI pun tidak lepas dari perspektif ini, tarikan antara idealisme dengan pragmatisme akan menjadi sebuah realitas yang ditemui oleh para elite KAMMI yang bermain di level nasional. Kegelisahan-kegelisahan penulis yang berangkat dari lontaran fikiran ini tidak bisa dilepaskan dari sebuah momentum suksesi kepemimpinan nasional yang akan dihadapi KAMMI pada bulan November 2010 mendatang yaitu event Muktamar KAMMI ke VII yang akan diselenggarakan di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).



Pertanyaan klasik yang muncul menjelang event Muktamar adalah, siapakah yang akan menjadi Ketua Umum KAMMI pusat berikutnya? Pertanyaan ini pasti akan muncul di benak seluruh kader KAMMI se-Indonesia dan khususnya menjadi perhatian bagi para elite di tingkat nasional dan wilayah yang akan bertarung dalam momentum muktamar nanti. Penulis melihat beberapa nama-nama yang cukup mendapatkan perhatian selama prosesi pra-Muktamar yang diadakan di Solo kemarin diantaranya adalah Sujatmiko Dwi Atmojo (Ketua KAMMI Wilayah DIY), Ramlan Nugraha (Kebijakan Publik KAMMI Wilayah Jawa Barat), Noval Abuzarr (Ketua KAMMI Daerah Jakarta). Ini sekedar subyektifitas penulis melihat ke-aktifan dan langkah-langkah taktis yang diambil oleh tiga nama di atas selama prosesi Pra-Muktamar di Solo. Jikalau menilik kepada kesepakatan terakhir mengenai persyaratan Ketua Umum dan Tim Formatur maka parameter seseorang yang ingin mencalonkan diri tidak tergantung dengan posisi publik yang diemban sekarang, misalkan harus memegang posisi struktur di KAMMI pada saat periode ini. Kesepakatan yang muncul pada draft usulan yang disepakati di Komisi AD/ART adalah persyaratan calon Ketua Umum KAMMI Pusat mengacu pada Anggaran Rumah Tangga (ART) KAMMI, dimana persyaratan yang paling signifikan adalah : 1. Berstatus sebagai AB3, 2. Pernah menjadi Pengurus Daerah dan/atau Wilayah. Maka jika persyaratan ini menjadi acuan yang digunakan maka nama-nama potensial diluar struktur KAMMI menjabat seperti Fikri Aziz (Sekretaris Jenderal KAMMI Pusat 08-09) dan Widya Supeno (Ketua II KAMMI Pusat 08-09) akan dapat muncul.



Pemetaan Kondisi Eksternal-Internal



Lontaran pertanyaan berikutnya yang muncul di kepala penulis adalah kapasitas pemimpin seperti apa yang dibutuhkan oleh KAMMI selama 2 tahun ke depan selama periode 2010-2012. Kita harus bisa mendefinisikan beberapa kondisi eksternal-internal, serta beberapa issue strategis yang akan dihadapi KAMMI selama 2 tahun ke depan. Beberapa tawaran penulis mengenai kondisi eksternal yang perlu menjadi perhatian dari para kandidat Ketua Umum yang akan melenggang adalah :

1. Positioning KAMMI terhadap stakeholder politik nasional, yaitu pemerintahan SBY-Boediono, partai-partai politik pendukung koalisi (Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, PAN,PKB, PPP), partai-partai politik oposisi (PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Hanura). Khusus terkait positioning KAMMI dengan PKS, penulis memberikan catatan khusus agar beban konflik antara KAMMI dengan PKS paska Muktamar Luar Biasa (MLB) harus segera dikelola dan Ketua Umum mendatang harus dapat berkomunikasi dan bernegosiasi dengan partai apapun dalam bargaining position yang lebih seimbang.
2. Pengawasan dan tindak lanjut dari berbagai issue strategis, KAMMI sebagai gerakan mahasiswa memiliki fungsi strategis untuk melakukan political pressure terhadap pemerintah atas berbagai kasus, skandal, permasalahan yang terjadi dalam politik nasional. Beberapa issue strategis yang urgent untuk ditindaklanjuti adalah skandal Century, Konflik kepentingan KPK-Kejaksaan Agung-POLRI, isu-isu Korupsi, isu-isu privatisasi perusahaan nasional, masalah Freeport, isu-isu ketenagakerjaan (masalah TKI, angka pengangguran), kinerja lembaga-lembaga negara (DPR, MPR, Kejaksaan Agung), isu terorisme dan isu pendidikan (BHP, pemerataan pendidikan, akses pendidikan). Sudah selayaknya Ketua Umum mendatang memiliki kapasitas untuk melakukan pemetaan masalah dan memilih prioritas-priotitas masalah serta menjadikannya sebagai kerangka besar dalam gerakan KAMMI selama dua tahun mendatang.
3. Gagasan Internasionalisasi Gerakan KAMMI, sebenarnya ide ini sudah mulai direalisasikan pada masa kepemimpinan Rijalul Imam, seperti KAMMI berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan International Islamic Youth Gathering di Jakarta, pembukaan jaringan dengan World Assembly Moslem Youth (WAMY) dan Islamic Development Bank (IDB), kemudian program-program short course ke luar negeri seperti program Short Course Gerakan Internasional (SCG) ke Malaysia. Tapi penulis menilai KAMMI belum mampu mendudukan daya tawar strategis dalam program-program tadi. Ini menjadi tawaran bagaimana Ketua Umum mendatang dapat mendudukan KAMMI sebagai gerakan mahasiswa yang lintas batas, lintas negara dan mampu mengelola isu-isu di kawasan Asia Tenggara dan Dunia Islam. Penulis menilai potensi KAMMI sangat besar untuk menjadi consolidacy maker gerakan-gerakan mahasiswa dan gerakan sosial di sekup Asia Tenggara dan menjadi opinion leader untuk mengelola isu kawasan seperti demokratisasi di Asia Tenggara, Isu Pelanggaran HAM di Thailand Selatan, Isu minoritas seperti etnis Moro di Filipina, isu-isu ketenagakerjaan, serta isu-isu strategis lainnya.



Kegelisahan lain yang ditangkap adalah mengenai pemotretan kondisi internal KAMMI. Dengan jumlah KAMMI Wilayah yang berjumlah delapan dan KAMMI Daerah yang berjumlah sebanyak lima puluh cabang di seantero Indonesia maka seorang Ketua Umum harus bisa memetakan dengan matang persebaran KAMMI yang sangat masif ini. Sang kandidat harus bisa merespon dinamika yang terus terjadi di dalam tubuh KAMMI, bagaimana relasi antara Pengurus Pusat dengan Wilayah dan Daerah, bagaimana positioning politik setiap KAMMI Wilayah dan Daerah serta signifikansinya dalam pengawalan Otonomi Daerah. Belum lagi permasalahan anggaran dan kemampuan finansial dari institusi KAMMI, berapa banyak dana yang dibutuhkan untuk menjalankan roda organisasi selama dua tahun ke depan? Penulis akan mencoba menguraikan beberapa pemotretan internal KAMMI diatas menjadi :

1. Kesenjangan antara Jawa dengan Luar Jawa, isu kesenjangan ini tidak hanya berlaku dalam konteks kenegaraan Indonesia tetapi juga menjadi sebuah isu yang hangat dalam tubuh organisasi KAMMI. Permasalahan yang dikritik oleh rekan-rekan Luar Jawa adalah mengenai tingkat pemekaran struktur KAMMI Wilayah dan KAMMI Daerah yang tidak berimbang antara Jawa dengan Luar Jawa. Permasalahan pemekaran struktur ini akan berpengaruh pada jumlah perkembangan kader KAMMI dan level kaderisasi yang bisa dilakukan oleh suatu KAMMI Wilayah atau Daerah. Seperti diketahui KAMMI Wilayah memiliki otoritas untuk melaksanakan Daurah Marhalah III sedangkan KAMMI Daerah melaksanakan Daurah Marhalah II. Beberapa argumentasi yang diajukan mengenai isu pemekaran ini adalah permasalahan wilayah pengawalan isu yang terlalu luas. Sebagai contoh KAMMI Daerah Sumatera Barat harus mengawal pemerintahan setingkat propinsi sedangkan di Jawa Barat peran pengawalan pemerintahan tingkat propinsi diampu oleh KAMMI Wilayah Jawa Barat. Adanya tuntutan dari daerah agar KAMMI Daerah yang mengawal pemerintahan propinsi segera ditingkatkan levelnya menjadi KAMMI Wilayah.
2. Positioning politik KAMMI dalam mengawal isu Otonomi Daerah, Reformasi melahirkan semangat baru akan pengelolaan daerah yang lebih terbuka, desentralistik dan memberikan ruang otoritas yang lebih besar bagi daerah untuk mengelola aset-aset sumber dayanya. Di satu sisi kebijakan otonomi daerah ini memberikan akses pemerataan, keadilan dan kemandirian pada pemerintah daerah untuk mengelola daerah. Di sisi lain kebijakan Otonomi Daerah ini menyebabkan kasus-kasus penyimpangan seperti korupsi yang pada awalnya terpusat menjadi menyebar dan berpotensi dilakukan oleh pemerintahan daerah. Berdasarkan pada kegelisahan ini maka KAMMI Daerah menjadi instrumen utama untuk melakukan pengawalan isu Otonomi Daerah. Penulis menilai Ketua Umum dapat mempertimbangkan ini menjadi sebuah kondisi internal yang diprioritaskan, sehingga peningkatan positioning politik KAMMI Daerah se-Indonesia menjadi sebuah fokus internal yang harus dicermati.
3. Permasalahan anggaran, tidak dapat dipungkiri ini adalah satu hal mendasar yang menajdi permasalahan dari seluruh gerakan mahasiswa. Permasalahan pembiayaan program-program organisasi membutuhkan kucuran anggaran dana yang tidak sedikit. Mari kita berandai-andai berapa banyak dana yang dibutuhkan oleh KAMMI Pusat untuk menjalankan agenda-agenda strategis selama dua tahun masa kepengurusannya, kita lihat dari beberapa program mendasar saja seperti : Musyawarah Kerja Nasional, Rapat Pimpinan Nasional, Training Pengkaderan Nasional, Lokakarya Nasional dan Muktamar. Kita coba mengasumsikan anggaran dana yang dibutuhkan :

* Musyawarah Kerja Nasional 200 juta
* Rapat Pimpinan Nasional 20 juta
* Training Pengkaderan Nasional 50 juta
* Lokakarya Nasional 50 juta
* Pra Muktamar 60 juta
* Muktamar 200 juta



Sekali lagi ini memang baru asumsi, penulis tidak mendasarkan ini pada LPJ Pengurus Pusat KAMMI, mari kita berandai-andai, untuk menjalankan beberapa program mendasar saja KAMMI Pusat membutuhkan minimal anggaran sebesar 580 Juta Rupiah, ini belum dihitung dengan berbagai kebutuhan lain seperti biaya Sekretariat, program-program turunan yang lain, kebutuhan taktis ketika melancarkan aksi massa dan pembiayaan-pembiayaan lain. Maka faktor permasalahan finansial ini menjadi faktor penting yang akan dicermati oleh kandidat Ketua Umum KAMMI Pusat mendatang.



Arah Baru Kepemimpinan KAMMI



Dengan melihat kondisi eksternal-internal yang akan dihadapi oleh KAMMI ke depan, sudah selayaknya perdebatan mengenai siapakah yang pantas untuk menahkodai KAMMI selama dua tahun ke depan menjadi sebuah diakletika yang lebih subtantif dan strategis. Prosesi muktamar menjadi sebuah ajang penyaringan mencari seorang kader terbaik, bukan menjadi ajang siapa yang paling kuat atau paling banyak mendapatkan dukungan suara. Parameter seorang Ketua Umum tidak hanya dinilai dari sekedar persyaratan adminsitratif tetapi juga dilihat dari visi besar yang ditawarkan. Apakah sang kandidat mampu menawarkan langkah-langkah strategis untuk menghadapi tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh KAMMI ke depannya?



Penilaian untuk mengukur kapasitas seorang Ketua Umum tidak hanya berhenti pada hal-hal mendasar seperti yang tertera pada ART KAMMI. Apakah seorang kandidat itu mampu menghafal Al Qur’an sebanyak 3 juz, memiliki gelar sarjana Strata 1, atau bersatus AB 3. Kita mengharapkan perdebatan yang lebih strategis dan substantif, tidak hanya berhenti pada titik mendasar itu. Sudah saatnya kita membentuk konsepsi yang lebih ideal mengenai kandidat Ketua Umum. Dalam benak kita, tantangan yang akan dihadapi oleh KAMMI ke depan sangatlah besar, dengan demikian kita membutuhkan suatu kapasitas khusus dalam diri seorang Ketua Umum. Penulis mencoba menawarkan parameter akan kapasitas kepemimpinan yang kita butuhkan 2 tahun mendatang, yaitu :

1. Komunikasi Politik, kita membutuhkan seorang pemimpin yang dapat membangun komunikasi politik dan menegakkan daya tawar gerakan KAMMI. Dalam menempatkan posisi politik, seorang Ketua Umum harus bisa mengartikulasikan kepentingan KAMMI secara tepat. Setiap langkah-langkah yang diambil, program-program yang dijalankan memiliki nilai politis yang strategis. Seorang Ketua Umum harus mampu membangun pencitraan politik dalam setiap kebijakan yang diambil.
2. Networking, kekuatan daya tawar gerakan juga tidak dapat dipisahkan dari seberapa kuat jaringan yang dimiliki. Ini adalah suatu kompetensi dasar yang dimiliki oleh setiap aktivis, tapi dalam level seorang Ketua Umum KAMMI Pusat maka parameter kualitas dan kuantitas menjadi suatu titik yang menentukan. Siapa yang memiliki perbendaharaan jaringan politik terbanyak dan dapat menggunakan ini untuk meningkatkan daya tawar gerakan, maka dia memiliki satu poin keunggulan tersendiri.
3. Fundraising, berkaca pada hitung-hitungan spekulatif yang kita lihat diatas maka kemampuan pencarian dana adalah salah satu kapasitas yang harus dimiliki oleh Ketua Umum. Tidak berarti apa-apa rencana program-program hebat di atas kertas jika organisasi tidak mampu mewujudkan hal tersebut karena minimnya anggaran dana. Tentu saja beban terberat untuk mewujudkan hal tersebut jatuh pada pundak Ketua Umum.
4. Consolidasy Maker, dengan banyaknya potensi konflik yang terjadi dalam internal KAMMI maka seorang Ketua Umum harus mampu dengan cermat merespon hal ini. Bagaimana mengakomodir kepentingan KAMMI Wilayah dan KAMMI Daerah , merespon kegelisahan rekan-rekan di Luar Jawa, memprioritaskan pemeretaan-pemerataan infrastruktur KAMMI, merespon isu pemekaran struktur di daerah. Tidak dilupakan pula faktor eksternal determinan seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ketua Umum mendatang harus mampu menghilangkan beban konflik Muktamar Luar Biasa (MLB) dengan PKS dan menegakkan wibawa organisasi sehingga dapat menempatkan kembali daya tawar strategis KAMMI dalam perpolitikan nasional.
5. Strategic Thinking, kita membutuhkan seorang pemimpin yang dapat membaca kemana arah zaman ini akan bergerak, dalam tataran fraksis kita memerlukan seseorang yang dapat membaca konstelasi politik nasional, regional dan global. Seseorang yang dengan cerdas dapat membaca kondisi eksternal yang akan dihadapi dan kemudian mengkalkulasikan sumber daya organisasi (kader, massa, jaringan, finansial, pencitraan, posisi politik) dan kemudian membuat sebuah tahapan-tahapan strategis gerakan KAMMI. Dengan terus menghitung apakah langkah-langkah yang diambil memperkuat posisi politik KAMMI terhadap elemen-elemen eksternal lainnya.



Harapan Akar Rumput



Muktamar pada hakikatnya adalah sebuah proses pertemuan antara akar rumput dengan elite, sebuah tempat yang menemukan kegelisahan dari orang-orang di bawah dengan para pemimpin yang menerima amanah. Sudah sepantasnyalah para kandidat Ketua Umum untuk kembali meluruskan niat dalam prosesi yang dianggap sakral ini. Penulis sebagai seseorang dari barisan akar rumput hanya menitipkan kegelisahan bahwa sudah saatnya arah baru kepemimpinan gerakan mahasiswa dapat diwujudkan, KAMMI memiliki sumberdaya yang cukup untuk menjadi gerakan mahasiswa terbesar di Indonesia, bukan sekedar besar dari sumber daya tetapi juga besar akan kontribusi. Harapan penulis, pemimpin KAMMI ke depan siapapun orangnya dapat menuntaskan banyak permasalahan yang terjadi dalam tubuh bangsa ini. KAMMI dapat berperan aktif dalam penuntasan berbagai skandal besar yang menimpa negeri ini, KAMMI juga mulai melebarkan ruang lingkupnya dan mulai memikirkan gagasan “Internasionalisasi Gerakan”. Tidak dilupakan juga Ketua Umum mendatang harus merespon kegelisahan rekan-rekan Luar Jawa akan konsepsi pemerataan di daerah, begitu pula masalah klasik akan kapasitas finansial organisasi yang juga berpengaruh pada semangat independensi gerakan. semoga KAMMI dapat memilih kader terbaik untuk menjadi Ketua Umum peiode 2010-2012 mendatang. Selamat Muktamar wahai KAMMI!



Sagan, Yogyakarta

5 Oktober 2010, 09.20 WIB





















[1] Mahasiswa Hubungan Internasional FISIPOL UGM, Humas KAMMI Daerah Sleman_Yogyakarta periode 2010

Friday, October 1, 2010

syarat utama calon ketum KAMMI

[Milis KAMMI] syarat utama calon ketum KAMMI

Syarat utama untuk calon Ketua Umum dan Sekjend. KAMMI Pusat pada Muktamar VII di Aceh

1. Bertekad untuk mensejahterakan pengurus KAMMI pusat, pengurus KAMMI wilayah dan KAMMI daerah.

2. Tidak meninggalkan tim sukses ketika sudah terpilih menjadi ketum karena dapat merusak ukhuwah antara kader KAMMI dari kamsat, daerah atau wilayah tertentu.

3. Tidak mengklaim bahwa dirinya adalah yang paling banyak dukungan.kecuali sudah melakukan kontrak politik dengan KAMMI wilyah dan daerah.
jika tdak, kuatir membuat kader lain merasa kalau selama ini mereka bekerja di KAMMI hanya sebagai bagian luar dari organisasi ini.

4. Mengenal secara mendalam kebutuhan-kebutuhan Ketua KAMDA dan pengurus Wilayah Se-Indonesia dan bersedia memenuhinya.

5. Punya jaringan (ke pejabat, anggota DPR, dll) yang dapat dijadikan penghasilan dan siap menetap di Jakarta atau sekitarnya

6. Tidak sedikitpun mencemo'oh keberadaan kader atau pengurus KAMMI di KAMDA, KAMWIL lain dan atau pengurus pusat yang berbeda pandangan dalam mendapatkan penghasilan dan proyek.

7. Siap berkunjung dan memberikan insentif ke seluruh KAMDA dan Wilayah se-Indonesia.

Wednesday, September 22, 2010

Mengkoreksi hari Dies Natalish UNILA ( UNIVERSITAS LAMPUNG )

Mengkoreksi hari Dies Natalish UNILA ( UNIVERSITAS LAMPUNG )
by Wendy Brusman
on Tuesday, September 21, 2010 at 10:43pm

Mengkoreksi hari Dies Natalish UNILA ( UNIVERSITAS LAMPUNG )



Kemarin, belum lama ini terlihat meriahnya hari ulang tahun universitas lampung. Di umur yang sudah tua sejak kelahiranya di bumi lampung, tentu hal ini menjadikan universtas lampung termasuk institusi pendidikan yang mapan dan bijaksana.

Memang banyak yang menyambut ulang tahun universitas lampung dengan pesta sangat meriah, namun sebagai seorang yang cinta dengan pendidikan , tidak ada salahnya juga jika kemeriahan ulang tahun universitas lampung disambut dengan tulisan kritis, dan saya memilih hal ini sebagai wujud kecintaan terhadap institusi.



Pendidikan memang menjadi hal strategis , hingga menjadi dasar perbincangan hangat di kalangan para pemikir terdahulu. Pendidikan di gunakan untuk medidik masyarakat agar mampu berfikir orosinil dan tau perubahan yang mereka iginkan, aristoteles ( konsep pemikiran politiknya ) menjadikan pendidikan sebagai alat untuk menciptakan masyarakat pertengahan, masyarakat mampu menyuarakan kebutuhan perubahan mereka ( negara ).

Belum lagi jika kita lihat sejarah bangsa lain yang maju karena pendidikannya, sebut saja Malaysia yang harus mengimpor guru dari Indonesia , namun justru pendidikan Malaysia lebih baik ketimbang Indonesia saat ini.



Beberapa hal di atas tentu dapat memperlihatkan begitu strategisnya pendidikan demi perubahan suatu bangsa, UNILA sebagai institusi pendidikan tentu memiliki andil besar dari cita – cita besar pendidikan di atas. Sebagai institusi yang memiliki cita – cita besar yaitu menjadi Top Ten University pada visinya tentu harus didimbangi dengan kerja nyata, tentu kerja besar membutuhkan gagasan besar, ada beberapa hal yang harus dibenahi UNILA guna mendukung cita perubahanya:



Pertama, Tata Kelola Universitas

Menejemen institusi ( tata kelola ) menjadi sangat penting dalam pembentukan basis fundamental pendidikan, tentu saja sebagai institusi mapan unilapun harus menjadikan prioritas dalam bagian ini. Tata kelola bukan bererati pemberdayaan structural melalui tata usaha saja tetapi yang tepenting adalah akses administrasi dan efisiensi birokrasi yang efektif. Begitu lamanya mahasiswa dalam mengurus kelengkapan berkas wisuda dan ijin belajar dosen , merupakan hal yang harus menjadi contoh jelas bertapa tata kelola universitas layak untuk di tinjau kembali.



Kedua, Pembangunan Infrastruktur yang efektif

Sebagai institusi pendidikan yang sadar akan tuntutan global sudah sewajarnya universitas lampung melakukan penambhan infrastruktur guna menunjang efektifitas belajar, namun. Hal ini dinilai kurang efektif untuk saat ini. Sebut saja , perluasan halam gedung rektorat dengan menambah sarana air mancur, dan pembangunan taman di sekitar kampus tentu hal ini kurang begitu tepat jika melihat masih banyakanya ruang kelas yang rusak, bangku kuliah yang usang, ruangan yang begitu sesak hingga alat laboratorim yang tidak lengkap.

Belum lagi niat UNILA untuk membangun rumah sakit, hal ini sangat paradok di tengah begitu prihatinya kondisi infrastruktur pendidikan di UNILA.



Ketiga, Pemberdayaan Dosen dan Mahasiswa dalam penelitian ilmiah

Memang baru – baru ini , unila mempublikasikan bahwa unila termasuk institusi penghasil karya ilmiah terbanyak. Namun pertanyaan mendasar adalah sejauh mana penelitian ilmiah itu memberdayakan dosen dan mahasiswa , dan sejauh mana hasil penelitian itu dimanfaatkan untuk masyarakat lampung, minimal masyarakat seputar UNILA. Saya rasa hal ini belum dilakukan secara maksimal. Mengingat sangat minimnya akses mahasiswa untuk terlibat dalam penelitian ilmiah dan terbatasnya sarana laboratorium penelitian di UNILA.





Keempat, Transfaransi Pegelolaan keuangan

Guna menunjang tata kelola yang baik, hal inipun tidak boleh di lupakan. Tentu pengelolaan yang baik harus di tunjang alokasi dana yang tepat sasaran dan efektif. Karena dengan ditunjang pengelolaan keuangan yang baik, program pendidikan akan efektif dan mampu terlaksana dengan baik.

Sebagai institusi yang coba merangkul stake holder yang mempunyai keinginan dalam memajukan pendidikan , hal ini dinilai perlu guna melihat keterbutuhan keuangan universitas dan penilai keefektifan dan ketetapan sasaran penggunaan dana pendidikan guna kemajuan kualitas, sarana, dan penelitian pendidikan.





Kelima, Liberalisasi Pengelolaan Pendidikan

Berbeda dengan liberalisasi institusi yang berarti , menswastanisasi institusi sehingga menjadi perusahaaan pendidikan dengan biaya yang mahal dan akses yang terbatas terhadap masyarakat miskin. Liberalisasi pengelolaan pendidikan sangat berbeda, bukan seperti liberalisasi institusi yang berarti profit motif, justru liberalisasi pengelolaan bermotif kerja sama.

Dalam hal ini universitas dapat merangkul pihak swasta dalam membangun infrastruktur pendidikan kampus, misalkan laboratorium, fasilitas gedung perkuliahan, sarana olah raga, perpustakaan dll. tentu dengan motif kerjasama yang di sesuaikan dalam batasan tidak merugikan dan mengeksploitasi mahasiswa dengan biaya perkuliahan dan akses penddikan yang mahal. Tentu dalam hal ini pemerintahpun harus mendukung pembiayaan institusi pendidikan dan tetap memberikan subsidi bagi universitas.





Keenam, Perluasan Akses Universitas

Tentu cita – cita besar ini tidak akan tercipta jika tidak di dukung oleh stake holder masyarakat, mahasiswa dan swasta melalui perluasan akses Universitas.

Dengan ketrbukaan universitas misalnya dalam pengabdian universitas terhadap masyarakat secara riil. Universitas di tempatkan sebagai pusat konsultasi permasalahan masyarakat dalam sector pertanian, pangan , dan peningkatan ekonomi masyarakat tentu hal ini akan menciptakan dukungan masyarkat dan stake holder terdekat, tentunya dalam hal perbaikan kualitas pendidikan dan kemanfaatan public.





Tentu gagasan besar ini akan sia – sia jika universitas lampung tidak terbuka dalam menerima gagasan – gagasan kritis ,korektif yang konstruktif, dan berusaha memperbaiki dan mengoreksi usaha – usaha yang dilakukan dalam upaya perbaikan mutu pendidikan.

Semoga di momentum disnatalis ini , UNILA dapat menjadi lebih bijak dan dewasa serta mengetahui betapa besar harapan masyarakat lampung terhadap UNILA , guna perbaikan kualitas SDM dan anak cucu kita di masa depan.

Walahualam,

Utopia perubahankampus ( analisis positifis – empiris UNILA )

Utopia perubahankampus ( analisis positifis – empiris UNILA )

By : Wendy Aprianto *

Kampus atau yang sering di sebut universitas adalah wahana pembelajaran. Metode pembelajaran efektif yang menyeimbangkan antara gagasan dan implementasi atau kerja nyata. Kampus dibuat untuk mencetak SDM yan gparipurna , yang mampu berinteraksi bersama masyarakat dan mampu mengusung nilai intelektualitas perubahan.

Tak heran jika kampus banyak terdapat para aktivis, akademisi, bahkan organisasi revolusioner

( BEM,DPM,LK,HIMA ). Kampuspun menjadi prototife negara dengan hirarki demokrasi yang unik. Mahasiswa merangkap rakyat, pejabat kampus, bahkan pembuat undang – undang. Dan pada umumnya hanya mengakomodasi beberapa lingkar elite(golongan tertentu) saja.

Tak pelak,jika kampus ( intrumen intelegensia ) di harapkan pada kondisi perubahan.



Utopia perubahan kampus



Utopia merupakan instilah tentang khayalan, impian , angan – angan yang sifat negasinya hanya mengawang –awang atau mustahil. Menurut teori sosialisme utopia adalah suatu gambaran yang di ambil dari injil dimana di daerah tersebut semuabarang dimiliki bersama, bahkan rajapun tidak memiliki apapun termasuk istri dan anak ( frans margin suseno ). Esensinya bukan hal tersebut tetapi melambangkan sesuatau yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata.

Perubahan kampus , mungkin cukup jelas tetapi layak untuk di kritisi apa sebenarnyaderajat nilai perubahan yang di hasilkan kampus kepada masyarakat ( baikmasyarakat kampus, atau luar kampus ).

Adabeberapa hal yang cukup menarik untuk dilihat.



Pertama ,demokratisasi

MenurutHuntington ( the thirth wave ) ,indicator demokrasi meliputi :sekularisasi budaya, munculnya media masa, diferensiasi structural, danmobilisasi sosial ( dalam hal inimobilisasi sosial di kampus merupakan interaksi dialektis antar wacana, ide,gagasan, isu atau ceramah ).

Tentu tidaksemua indicator bisa kita gunakan dalam konteks demokrasi kampus tetapi tidakada salahnya jika kita berbicara mengenai demokrasi ideal, tetapi dalam kacamata empirisme penulis tidak ada bedanya demokrasi negara ataupun kampus. Toh ,gagasan awalnya adalah demokrasi.

sehingga,dalam hal ini system negara dituntut untuk membebaskan masyarakatnya (liberalisasi equality ). Individu diharapkan mampu menentukan masa depan dan memandirikan dirinya sendiri, tentu saja dalam batasan yang tidak bersinggungan dengan individu lain. Hal ini mencirikan kebebasan berbicara , supremasi hokumsebagai bentuk legitimasi keinginan public, saling menghargai.

Dan di luarkampus, demokratisasi kampus menjadi contoh demokrasi local dan menjadi wahana demokratisasi masyarakat sekitar kampus.



Kedua,Penguatan Institusi

Lembagakampus , harus memiliki organisasi yang efektif dan otoritatif. Dengan terciptanya kondisi demokrasi yangideal, besarnya mobilitas sosial ( dialektika wacana, isu , ceramah dll ), secara tidak langsung menciptakan masyarakat cerdas dan ingin mempengaruhi pendapat public (berpolitik ). Selain itu hal ini menciptakan keinginan besar untuk turut aktifdalam mengkritisi kebijakan kampus dan luar kampus. Jika ini di biarkan saja ,hal ini akan menyebabakan instabilitas politik. Legitimasi institusi dapat dipertanyakan , bahkan mampu menciptakan gerakan perlawanan ( revolusioner )sehingga tercipta ketidak pastian perubahan. Sehingga perlu organisasi yang efektif dan otoritatif.

Denganadanya lembaga efektif dan otoritatif akan tercipta keteraturan politik. Kebebasan akan tercipta dengan otoritaspolitik sedangkan tanpa otoritas politik kebebasan tidak akan tercipta

( Huntington) .

Sehingga,institusi kampus ( BEM ,DPM, LK,HIMA)dapat menjadi pusat isu dan pengkritisan kebijakan daerah maupun kampus. Dan fungsi perubahan sosial mampu tercipta dengan sinergisasi institusi kampus besama masyarakat.



Ketiga,Persaingan kepemimpinan politik

Marxsime berpendapat perlu adanya kerjasama atau persatuan dalam kepemimpinan politikyang disebabkan oleh kebutuhan nasinal, kepemimpinan komunal dan kondisi masyarakat industry . hal ini tercipta setelah gerakan revolutiner ( kepemimpinan kaum buruh ).

Dalamkonteks demokrasi hal ini sangat terbalik, justru dibutuhkan persaingan kepemimpinan politik dimana para politisi berusaha untuk mempengaruhi keinginanpublic. Dia dapat menawarkan keinginan perubahan yang dia inginkan. Dan jikahal tersebut tidak dilakukan di sanalah kesempatan masyarakat untuk melawannya atau melakukan gerakan revolusioner( perlawanan ).

Inipun berbanding positif dengan keinginan demokrasi , demokrasi menciptakan masyarakat yang mandiri dan equality ( persamaan ).

Dampak lanjut dari hal ini muncul gerakan oposisi yang konstruktif demi terciptanyatujuan awal kepemimpinan politik yang deterministic dengan keinginanmasyarakat.



Kondisi Unila ( Kampus ), analisispositifis-empiris



Melihat narasi di atas menjelaskan hakikat universitas atau kampus di awal – awalnya,yang pada saat ini layak untuk di pertanyakan.

Sulit dibayangkan memang , ketika mahasiswa ( pejabat kampus ) bertindak seolah pejabat public seperti birokrat. Di sibukkan dengan politik tebar pesona , berpakaianrapi, bergaya intelektual. Memang tidak masalah tetapi aneh jika melihat kerjaorganisasi yang lamban dan tidak solutif.

Sehingga sangat menggelitik dan nisbi, ada beberapa hal yang harus kta lihat dari kondisi Unila saat ini :



Pertama :Birokrasi elitis ( munculnya birokrasi baru )

Sejarah pergerakan mahasisiwa memang syarat dengan polemic terutama di internal kampus,tidak terkecuali UNILA. Kampus yangberdiri sejak tahun 1965 ini pun, tak terhindarkan dari persaingan politikkampus yang diwakili HMI , KAMMI , LMND, FMN , GMNI. PMII, PMKRI dll.

HMI sebagaiorgan mahasiswa tertua tentu sudahmendominasi sejak awal , dan sudah tidak mengangetkan lagi jikan organ inisudah memiliki garis birokrasi yang cukup kental.

Birokrasi merupakan istilah dimana pengusaan segelintir golongan yang menguasai systemserta membuat resistensi terhadap golongan lain.

HMI adalah organ tertua dan terbesar pada saat itu dan dicatat dalam sejarah pergerakanmahasiswa, hal inipun berubah sejak tahun 1998 seiring arus reformasi munculorgan kemahasiswaan baru, yang sama mengatasnamakan KAMMI . KAMMI mengusungislam sebagai cita-cita perjuangan. KAMMI digawangi oleh FSLDK ( ForumSilaturahmi Lembaga Dakwah Kampus ). Yang belakangan FSLDK berpisah denganKAMMI atas nama ego kekuasaan.

Pada saatitu muncul persaingan politik dalam perebutan kepemimpinan kampus yangdimenangi oleh KAMMI. KAMMI munculmelalui gerakan revolusioner mencoba masuk kedalam percaturan politik kampus,hingga saat ini ( 2010 ).

Seperti artikel rizal malarangeng ( liberalis kiri dan sosialis kanan ), dia menyatakanbahwaanya kaum sosialis kiri yang bergerak dengan revolusioner dan memilikimilitansi tinggi ketika sudah mencapai tujuan perjuangan menciptakan kepemimpinan revolusionerpun akan menjadi birokrasi baru yang cendrung lebihotoritatif dan sewenang – wenang. Sehingga kaum liberalisasi kananpun melakukan perlawanan untuk melawan sehingga dalam artikelnya berjudul liberalisme kiri dan sosialisme kanan.

Ini yangterjadi saat ini, muncul strutur birokrasi baru yang sangat resistensi dangolongan sentries.

Akibatnya ,hal ini melenceng dari cita – cita demokrasi, yang malah melemahkan institusi dan cita – cita demokrasi .



Kedua,Kemenangan komunal ( berdasarkan legitimasinya bukan masyarakat ).

Setelahmuncul birokrasi baru , menjadi wajar jika muncul nafsu kekuasaan yang besar.Sebagai gerakan yang menguasai politik kampus, wajar jika tidak rela menerima kekuasaanya di rebut oleh gerakan lain. Banyak negara sosialis yang memperlihatkannya, tak terkecuali Indonesia.Soekarno yang pada saat itu menjadi presiden mendeklarasikan kepemimpinannyamenjadi kepemimpinan seumur hidup.

Melaluipenguasaan PKI ( Partai Komunis Indonesia) di parlemen , hal itu memudahkan cita – cita otoritatif dan kesewenang –wenangan tersebut.

Hal ini sama dengan PEMIRA UNILA kemarin, dengan penguasaan PANSUS dan Dewan Legislatifkampus mereka mendeklarasikan kemenanganya. Walaupun , tanpa legitimasi masyarakat kampus.

Pemira UNILAkemarin memenangkan presiden UNILA secara aklamasi tanpa adanya sosialisasikebawah dan penjelasan akan hal tersebut.



Ketiga,menurunkan kualitas persaingan kepemimpinan politik.

Demokrasi identik dengan persaingan merebut keinginan rakyat. Politisi turun kepadamasyarakat untuk menawarkan gagasan perubahanya, hal ini bagian dari prosesliberalisasi.

Akibatnyadengan adanya birokrasi baru dan kemenangan komunal karena penguasaan penuhterhadap instrument kepemimpinan kampus, kulaitas pemimpin dan gagasanperubahan menjadi tidak penting. Efeknya muncul kualitas kepemimpinan yangkurang aspiratif dan kontributif.

Kekuatanistitusipun melemah dan sangat arogan,jika hal ini dibiarkan maka akan tercipta kekacauan politik.

Sudah dibicarakan di atas bahwasanya demi terciptanya keteraturan politik tentu dibutuhkan institusi yang efektif dan otoritatif ( dengan mengakomodasi keinginan masyarakat ).

Denganmelihat beberapa alas an di atas tentu perudilkukan pebenahan yang besar dan komprehensif agar tercipta tujuan kepemimpinan kampus yang hakiki.

Semoga hal ini mampu merefleksikan kondisi dan mengakomodasi cita – cita perubahan penulis.

Walahualam.





Nb : mohon masukan , ide, gagasan , dan menghindari perdebatan

Penulis tidakmemberikan solusi karena ide ini adalah gagasan barat dan solusi penulis adalahmanhaz islam ( al – qu'an dan as – sunnah ). Kedua pendekatan ini sangat jauh berbeda dan terlalu mulia jika diberikan solusi ini.


*Kepala Departemen Kebijakan KAMMI Unila

Mencoba mengali akar liberalisme dan implikasinya by : Wendy Aprianto

Mencoba mengali akar liberalisme dan implikasinya

Liberalisme sebenarnya muncul sebagai bagian dari modernisme dan post modernisme. Modernisme merupakan hasil dari proses jaman transleter ( jaman penterjemahan ) karya2 islam oleh barat. Salah satu face setelah zaman kegelapan ( dark age ). Fase penterjemahan oleh barat memakan waktu yang tidak sedikit sejak abad ke 11 hingga abad ke 15 , terhitung sekitar satu generasi.
Secara harpiah peradaban barat memang kental dengan nilai indivualisme , pragmatisme, humanisme, liberalisme yang merupakan budaya otemtik masyarakat setempat. Dan mirisnya worl view ini yang sering di pakai dan di anggap sebagai etak kebesaran perdaban barat.

Modernisme
Modernisme adalah suatu pemikiran yang menisbatkan ilmu pengetahuan sebagai pusat seluruh sector kehidupan. Modernism menisbatkan akal manusia sebagai pusat perubahan. Pase modern mind ini menempatkan world view positifisme sebagai dasar ilmu pengetahuan. Dan mndesakralisasi absolutisme tuhan, Sehingga modernisme sarat dengan empirisme, rasionalitas, humanism, dan sekularisme .

Post Modernisme
Pemikiran ini merupakan perlawanan terhadap nilai positivism yang di sebut nihilisme. Pemikiran ini mengagangap bahwasana kebenaran itu reklatif dan menghilangkan nilai ketuhanan.
Pilsuf besar penggagas post modernisme : marx, hegel, nietche.
Bahkan nistche menulis buku yang berisi tentang kematiaan tuhan. Artinya pamham ini yang menilai tentang tidak adanya hal yang di sebut metafisika dan menghilangkan hubungna transenden ketuhanan yang mereka anggap sebagai mitos.
Paham inilah yang kemudian berkembang menjadi pluralism, relativisme, nihilisme, liberalisme, multikulturalisme.

Liberalisme
Liberalisme merupakan gagasan yang sarat dengan kebebasan, beropini, berpendapat, ketakutan, persamaan.
Gagasan liberalisme berawal di tahun 1215 oleh raja jhon di inggris melalu magna charta yaitu memberikan kekuasaan kepada orang di bawahnya , dimana secara otomatis membatasi kekuasaan raja. Hal inilah yang semula di anggap sebagai liberalisme awal.
Kemudian pada tahun 1988 melalui revolusi tak berdarah, The Glory Revolusion dimana raja james 11 dan james V11 diganti oleh raja Wiliam 11 dan Mary 11.
Sehingga pada saat itu palmen menyetujuai undang – undang hak rakyat Bill or Righ. Menhapuskan hak absolute raja, dan memberikan hak- hak dasar masyarakat. Sehingga ditahun 1990 Jhon Lock seorang filsop menyatakan bahwa hak – hak dasar masyarakat meliputi kebebasan beropini, kebebasan berpendapat, dan beragama. Dan ia mnegaskan bahwasanya hak – hak dasar masyarkat harus dijaga oleh pemerintah.

Liberalisme ekonomi dan politik
Perkembangan liberalisme ekonomi ditandai 1776 melalui adam smith yang memberikan otoritas ekonomi kepada pasar dan tidak melalui campur tangan Negara.
Sedangkan dalam bidang politik 1746 prancis mosteque dimana memisahkan otorits Negara menjadi tiga yaitu : eksekutif, legislative, yudikatif . dan 1762 rosesau yang menyatkan bahwasanya kekuasaan tertinggi Negara ada di tangan masyarakat.
Dan hal inilah yang menyebabkan revolusi perancis 1789. Di amerika serikat sendiri The Revolusion War 1755 – 1783telah memerdekakan amerika dari penjajahan inggris dan pada tahun 1788 konstitusi AS menetapkan berdirinya Negara demokratik yang terdiri dari : pemerintah, hokum pederal dan parlemen.
Sehingga pada tahun 1989 rakya amerika mnectuskan sebuah amandemen yang disebut Bill Of right.
Pada tahun 1971 amandeman itu dijadikan suatu undang2 dasar yang berisi kebebasan berbicara, beragama, pers dll.
Puncaknya pada abad ke 19 . banyak terjadi revolusi yang disebabkan oleh hal tersebut.pada tahun 1848 banyak Negara yang memperjuangkan hak – hak sipil walaupun sedikit sekkali yang berubah menjadi demokratik. Sehigga pada tahun 1860 amerika memberikan hak pilihnya kepada rakyat sipil dan puncaknya pada tahun 1941fraklin D roselveld mendeklarasikan kebebasan berbicara, beragama, kemiskinan, ketakutan. Sehingga pada thaun 1948 PBB mengeluarkan declaration of human right.

Liberaisme Agama
Dalam hal ini barat terobsesi pada pembebsan agama , ilmu pengetahuan , politik dan ekonomi.
Sehingga dalam konteks agama mereka memisahkan otoritas ketuhanan dalamdimensi kehidupannya. Kebebsan berbicara, dll. Dijadikan landasan untuk membebaskan diri dari otoritas gerja dan tuhan. Yang pada akhirnya berimplikasi pada iliberalisme theology kepercayaan :
Pertama : menyatakan bahwasanya akal manusia sebagai sesiuatu yang terus berkembang dan solusi seluruh kehidupan sehingga menghilangkan logika god make men tetapi men make god.
Kedua: memisahkan antara doktrin Kristen dan etika Kristen sehingga walaupun tidak beragama tetap memiliki moralitas. Sehingga disenut moralist
Ketiga : menapikan prinsip surge, tuhan, neraka bbel dan trinitas sehingga memepercayai tuhan hanya sebtas keabadian jiwa.
Keempat: memisahkan antara Negara dan ketuhanan karena beranggapan solusi dari permaslahan realitas adalah manusia.
Kelima : kebebasan dan toleransi beragama , bukan hanya toleransi bahkan bebas tudak beragama dan memnyatakan kebenaran semua agama.

Cara berfikir inilah yangmulai terjangkiti pada kondisi saat ini. Semoga dengan refleksi sejarah di atas kita mampu merefleksikanya dan mendapat jalan yang lurus dan benar..
Walahualam

Peran Pemerintah Dalam Pendidikan

Peran Pemerintah Dalam Pendidikan

Pendidikan merupakan perubahan laku pengalaman manusia , baik yang tercipta karena pergaulan dewasa dengan anak muda atau institusi yang dilembagakan agar tercipta kesinambungan social. ( john dewey )

Hakikat pendidikan Indonesia , tercermin pada pembukaan UUD 1945 alinea ke – empat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam batang tubuh UU 1945, Pasal 31 ayat 1 – 5 UUD 1945 pasal 31 ayat 1-5 yang mengatur mengenai masalah pendidikan di Indonesia. Pada pasal tersebut dikatakan bahwa:
1. Setiap warga Negara berhak mendapat pendidikan
2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan Negara wajib membiayainya
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang
Orientasi pendidikan seharusnya kepada peningkatan SDM , yaitu : mencetak kepribadian yang berintegritas , mandiri , Independent, serta religious guna menyelesaikan permaslahan masyarakat, bangsa dan negara.

Peran Pemerintah dalam pendidikan
Demokrasi suatu system pemerintahan rakyat , Sudah seharusnya menjadikan Hak rakyat sebagai orientasi perubahan, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan sebagai saluran perubahan masyarakat harusnya dijadikan prioritas.
Pemerintah sebgai pilar demokrasi harus menjadikan pendidikan sebagai orientasi perubahan ,Tentunya prioritas ini tercermin dari usaha pemerintah untuk membuat Undang – Undang atau Instrumen politik, guna mendukung pelaksanaan pendidikan berdasarkan hakikat pendidikan dan amanah UUD.
Namun, hal inI tercoreng oleh disahkanya Undang – Undang BHP atau Sistem Pendidikan Nasionla Nomor 20 Tahun 2003 pasal 53 ayat(1) bahwa “ penyelenggaraan dan atau saluran pendidikan formal yang didirikan masyarakat berbentuk badan hokum.
Undang – undang ini bukan menempatkan institusi pendidikan sebagai UPT ( Unit Pekerja Teknis ) tapi sebagai unit yang otonom. Kebijakan institusi tidak lagi dibuat melalui instrument pemerintah tapi hak institusi untuk menentukan kebijakannya ,termasuk pengelolaan uang dan investasi lembaga pendidikan dan pemerintah melepaskan kewajiban penganggaran pembiayaan pendidikan, artinya institusi yang menanggung pembiayaannya sendiri.
Tentunya ini berbanding terbalik dengan janji pemerintah menanggung anggaran 20% APBN di sector pendidikan. Dalam pelasanaan undang – undang BHP, univerisitas dengan alas an memenuhi anggaran pembiayaannya menjadikan institusi pendidikan menjadi institusi yang mahal, dengan menetapkan biaya penerimaan dan SPP pendidikan menjadi mahal. Di Unila, biaya penerimaan UM sebesar 10 juta yang dibebankan kepada mahasiswa.
Tentunya hal ini mencoreng hakikat system demokrasi Indonesia, system yang seharusnya mendukung aspirasi masyarakat, dengan membuat perturan yang mendukung serta memudahkan keinginan masyarakat dengan memperoleh hak pendidikan yang murah , justru berbeda dengan relitasnya.


Refleksi Pendidikan Lampung ( peran pemeirntah daerah dalam pendidikan )
Refleksi pendidikan Bandar Lampung merupakan , evaluasi pemerintah untuk menata ulang kondisi pendidikan di daerah, dan mampu mendeteksi serta menstimulasi perbaikan pendididkan di Bandar lampung.
Pemerintahan daerah sebagai supporting system demokrasi daerah, tentunya mempu nyai andil besar dalam penerapan maupun pelaksanaan cita – cita dan hak rakyat. Khususnya , di Bandar lampung.
Bandar lampung sebagai kota tapis berseri, yang memiliki 14 perguruaan tinggipun harusnya menjadikan pendidikan sebagai prioritas. Yaitu : Universitas Lampung , IAIN Raden Intan, Sekolah Tinggi Pertanian Surya Dharma Lampung, Politeknik Kesehatan Departemen Kesehatan Lampung, Universitas Bandar Lampung, Universitas Muhamadiyah Lampung, Universitas Darmajaya, Universitas Malahayati, Universitas Tulang Bawang, Perguruan Tinggi Teknokrat, STKIP PGRI Bandar Lampung, DCC Lampung, Universitas Megou Pak Tulang Bawang. Pemerintah kota Bandar lampung
Bandar lampung sebagai pusat pendidikan di Lampung harsunya mampu meneglola potensi pendidikannya sebagai solusi bagi daerah. Pendidikan sebagai sarana mobilitas social masyarakat harusnya dijadikan asset pembangunan daerah.
Belum lagi angka kemiskinan masyarakat Bandar lampung sebesar 1.558,28 juta orang. Hal ini begitu berbanding terbalik dengan kayanya potensi daerah. Seharusnya disinilah peran pendidikan untuk mencetak SDM yang siap guna dengan bekal integritas dan mandiri sehingga mampu menyelesaikan permasalahan hidupnya, termasuk pendidikan.Sehingga tercipta masyarakat yang berpendidikan dan pendidikan yang memanusiakan manusia.
Dalam implementasinya harusnya rakyat miksin sebagai subjek pendidikan yang diberikan kemudahan memperoleh hak pendidikan justru malah semakin dipersulit , dengan biaya yang mahal. Seperti di SMP 9 Bandar Lampung.
Melalui program RSBI ( Rintisan sekolah berbasisi Internasional ) , masyarakat di bebankan biaya yang sangat mahal. Anggaran pendidikan sebesar 1.265.880.000 dibebankan kepada masyarakat meliputi , kelas X : 509.640.000. kelas XI : 378.120.000, kelas XII : 378.120.000. sangat mahal jika dibebankan kepada masyarakat ekonomi lemah.
Belum lagi, Konsep penerapan RSBI yang belum jelas. RSBI yang memkasa mengunakan bahasa bilingual dan mengadopsi atau mengadaptasi standar pendidikan internasional seperti Cambridge IGCSE atau IB. Ditengah konsep RSBI yang cendrung dipaksakan. Tentunya hal ini sangat paradox dengan konsep pendidikan.
Hal inipun sama diterapkan di Universitas Lampung. Universitas yang didirika sejak 1965, universitas dibuat dengan menegmban amanat penelitian , pengabdian , serta pengajaran memang dibuat untuk menyelaesaikan masalah masyarakat. Tapi justru hal inilah yang dilanggar oleh universitas sendiri. Biaya Ujian masuk ( UM )yang tinggi sebesar 10 juta ,Justru malah menambah beban, masyarakat miskin.
Belum lagi pembanguanan fasilitas pendidikan yang tidak tepat sasaran, seperti portal kampus yang memagari seluruh sisi kampus, justru membatasi mobilitas dan hubungan antara masyarakat dan kampus sebagai lembaga pendidikan dan penelitian yang digunakan sebagai pusat konsultasi dan penyuluhan masyarakat
Sangat ironis ditengah kondisi masyarakat yang memperihatinkan dan ditengah harapan besar masyarakat terhadap dunia pendidikan di lampung sebagai sarana mobilitas social yang potensial. . Dan seharusnya pemerintah mampu membuat regulasi kebijakan yang mampu memfilter dan mengarahkan konsep pendidikan berdasrkan amanah UUD 1945.
Semoga refleksi ini bias bermanfaat dan mampu mengevaluasi kerja pemerintah , guna perbaikan kedepan.
Walahualam.

Sunday, March 28, 2010

KAMMI UNILA: Kader KAMMI belajar nulis

KAMMI UNILA: Kader KAMMI belajar nulis

12 TAHUN KAMMI MENATA INDONESIA (Membumikan Ideologi, Menginspirasi Indonesia) Minggu, 28 Maret, 2010 13:18

12 TAHUN KAMMI MENATA INDONESIA (Membumikan Ideologi, Menginspirasi Indonesia)
Minggu, 28 Maret, 2010 13:18
Oleh: Syamsudin Kadir
Kaderisasi KAMMI Periode 2008-2010

"Jangan berhenti tangan mendayung, nanti arus membawa hanyut"
(Mohammad Natsir, 17 Agustus 1951)

Apakah dirimu pernah membaca tulisan Akhi Imron Rosyadi tentang KAMMI? Bagi yang belum, tak salah kiranya bagiku untuk mencantumkannya di sini. Ada sebuah tulisan yang membuatku terkesima; benar-benar membuatku tersadarkan. Tulisan beliau yang berjudul "Namaku KAMMI: An autobiographical sketch" telah membuatku bertambah jatuh cinta kepada KAMMI. Kini tulisan ini sudah dimasukkan sebagai salah satu tulisan buku "Mengapa Aku Mencintai KAMMI: Serpihan Hati Para Pejuang" yang diterbitkan oleh penerbit Muda Cendekia, Bandung Maret 2010. Kalau dirimu membaca buku "Mengapa Aku Mencintai KAMMI: Serpihan Hati Para Pejuang", itu adalah judul dan tagline yang sengaja kuberi untuknya. Di buku sederhan itu kutulis pengantar yang berjudul "Karena Mereka Elang Muda!". Bukan karena KAMMI dan kader-kader KAMMI kujadikan sebagai thogut, namun itulah kata-kata yang menjadi "juru bicara" terbaik bagi pikiranku selama ini. Terutama ketika tersemangati oleh obsesiku melalui Muda Cendekia untuk membukukan semua ide atau gagasan dan apapun yang ada di KAMMI, potensi dan keunikan kader-kadernya.

Mungkin bukan karena aku bahkan mungkin juga bukan karena kader-kader KAMMI memiliki ide yang begitu "wah" untuk KAMMI, Indonesia dan Islam--apalagi kalau dibandingkan dengan Hasan Al-Banna atau Mohammad Natsir; jauh dan sangat jauh--tapi diriku punya obsesi, minimal dengan memberi yang kupunya (walau tak seberapa) dan melakukan yang kubisa (walau masih sekedar) untuk KAMMI--seperti memberi kata pengantar buku dan rela tinggal di sekretariat KAMMI dari tahun 2004 hingga sekarang--rasa cinta dan rindu (yang terpendam selama ini) untuk memberi terobati. Ya, aku benar-benar ingin melakukan sesuatu dan memberikan yang terbaik untuk Islam melaui KAMMI; sebuah rumah tempat kumengenal Allah, Muhammad, diri dan negeriku tercinta Indonesia. Diriku percaya bahwa ide dan obsesimu lebih besar dari sekedar apa yang kupikirkan dan yang kulakukan.

Akhi Imron Rosyadi--dan tentu juga Akhi Andi Rahmat, Akhi Muhammad Najib, Akhi Taufik Amrullah, Akhi Rijalul Imam, Akhi Amin Sudarsono, Akhi Edo Segara, Mba Muthia Esfand dan beberapa orang kader KAMMI yang sudah berkarya (menulis buku)--telah menginspirasiku. Walau sederhana bahkan belum memenuhi standar penulisan dan tata bahasa, ya tak mengapa. Karena rasa "cinta menulis" sebagaimana cintaku kepada KAMMI lebih dulu membuat hatiku tertakluk; lebih dari sekedar cintaku sebagai Editor yang selalu melakukan penyesuaian tata bahasa terhadap berbagai naskah yang masuk penerbitan. Padahal tulisanku juga tidak lebih baik dari tulisan-tulisan yang kuedit.

Tanpa bermaksud "mengcopy paste" tulisan Akhi Imron Rosyadi, diriku sengaja mencantumkan tulisan tersebut di sini supaya saudara-saudaraku bisa mengambil pelajaran; bisa mengenang masa lalu KAMMI dan para pendahulu di KAMMI. Kalau dirasa kurang sopan, izinkan aku untuk memohon maaf kepada mereka yang berwenang. Terutama kepada saudara-saudaraku di Penerbit Muda Cendekia Indonesia di Bandung yang dengan tulus menerbitkan buku tersebut. Walau diriku bagian dari Muda Cendekia, namun ini adalah etika. Biar apa yang kulakukan benar-benar tulus tanpa beban. Semoga Akhi Rijalul Imam, Akhi Burhan, Akhi Wawan dan Mba Tri mengikhlaskan! Termasuk juga kepada Akhi Imron Rosyadi yang telah tulus mengajariku bahasa jiwa apa adanya.

Ya sudah, mungkin dirimu penasaran dan bertanya, mana tulisan Akhi Imron Rosyadi yang kumaksud. Berikut akan kukutipkan semuanya. Untuk lebih mengalurkan sesuai dengan suasana KAMMI yang sudah berusia 12 tahun, izinkan aku untuk mengutipnya dengan penyesuaian di sana-sini. Bukan merubah esensi, tapi penyesuaian bahasa dan juga kondisi KAMMI dari waktu ke waktu. Biar apa yang disampaikan mampu menyadarkan kader-kader KAMMI; diriku dan juga saudara-saudaraku yang lain di KAMMI bahkan juga di selain KAMMI, di manapun mereka berada dan apapun amanah mereka. Agar semuanya bisa bertahan untuk tetap melanjutkan perjuangan hingga ke tepian negeri abadi; di surga sana. Selanjutnya, selamat membaca dan mengambil hikmah!

***

NAMAKU KAMMI – an autobiographical sketch –

Namaku KAMMI. Orang-orang juga memanggilku demikian, lebih praktis dibanding melafalkan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Kalau engkau teringat sesuatu begitu memanggilku, tentulah sebuah akronim KAMI yang mencatat prestasi besar (dan akhirnya kelam?) sebuah jaringan gerakan mahasiswa Indonesia dalam rentang sejarah Indonesia `66-an. Konon, atas alasan citra historis itulah founding fathers-ku mengambil nama itu, dan atas alasan ideologis menambah tasydid pada mim hingga KAMMI-lah namaku.

Aku lahir tanggal 29 Maret 1998 di Malang dalam rentang situasi yang teramat sangat "enak dan perlu" bagi lahirnya gerakan mahasiswa di negara dunia ketiga; tirani-otoriter, despotik, tidak adil, dan tidak demokratis. Gerakan mahasiswa--begitula h aku disebut--adalah bagian dari aktor muda yang selalu mencoba masuk dalam peta sejarah peradaban bangsa yang selalu saja terhegemoni oleh orang-orang tua yang bermentalitas "stabilisme" , "klaim legitimasi dan otoritas", "mapan" dan "status quo". Kami adalah anak muda secara biologis bahwa keniscayaan takdir membuat manusia harus mati dan berganti, maupun secara historis bahwa kami adalah generasi baru Indonesia yang setidaknya "tersucikan" dari kekotoran dan najis politik generasi lama yang memporakporandakan bangsa ini. Sebagai anak muda tentu saja kami bernilai istimewa; "energik", "kreatif", "bening-moralis" , dan tentu saja `anti status quo'. Wajar sajalah sehingga orang semacam Arnold Toyenbee dalam buku monumentalnya "The Study of History", menyebut kami (yang spiritnya diilhami oleh Ibnu Khaldun) "the creative minority", maupun Jack Newfield yang menggelari kami sebagai "pengusung pesan-pesan kenabian".

Tetapi aku tidak lahir begitu saja, benihku adalah benih yang tertanam dalam rahim Indonesia sejak 25-an tahun silam. Saat itu Soeharto dan para arsitek Orde Baru begitu ketakutan di usia politiknya yang baru belasan tahun terhadap mahasiswa yang mulai jenuh dan menentangnya. Daud Yusuf menerjemahkannya melalui proyek depolitisasi kampus melalui NKK-BKK. Tiarapnya gerakan mahasiswa secara politik dimanfaatkan secara kreatif dengan memanfaatkan peluang yang setidaknya dilihat Orde Baru sebagai sikap apolitis: kajian keislaman. Generasi baru Islam Indonesia tahun `80-an seolah menemukan cara yang berbeda dalam memahami Islam dan konteks politik Indonesia saat itu. Setidaknya itulah yang tergambarkan lewat seruan Nurcholis Madjid--yang lumayan kontroversial secara ide--"Islam yes, Partai Islam no".

Semangat baru generasi muda Islam terhimpun dalam usaha untuk meyakini Islam sebagai alternatif bacaan yang membawa "pencerahan" atas "gelapnya" dominasi wacana Barat (dan dalam konteks Indonesia adalah dominasi Orde Baru) dan kemudian usaha membaca Islam secara intelektual untuk merumuskannya dalam praksis agenda obyektif bangsa. Anak-anak muda Islam tersebut membaca Al-Quran (dan Sunnah Rasulullah) dengan sepenuh gairah kemudaan dan melakukan eksplorasi dan elaborasi secara intelektual dan gerakan.

Lahan persemaianku, Lembaga Dakwah Kampus (LDK) adalah manifestasi dari gairah-gairah tersebut, hingga dari kampus-kampus besar ia menyebar ke seluruh Indonesia dengan polanya yang khas: "kajian keislaman", "dalam sel-sel kecil pembentukan kepribadian" , dan "wacana dengan dasar Al-Quran dan Sunnah". Fahri Hamzah--mas' ul pertamaku--menyebut nya sebagai "anak-anak sekolah" yang punya "gagasan untuk berjama'ah', berkumpul dalam suatu kesadaran akan pentingnya membina diri secara fisik, mental, dan spiritual" di mana "kesadaran ini berlanjut menjadi semacam gerakan purifikasi" yang menjadikan "sejarah nabi dan sahabat sebagai ingatan dasar". Orang menyebutnya sebagai gerakan purifikatif atau neo-revivalis atau menurut Hasan Hanafi adalah Islam reformis moderat, yang biasanya disandarkan sebagai sifat dan ideologi sebuah gerakan internasional yang tumbuh dari Mesir: Ikhwanul Muslimin.

Tetapi, aktivitas purifikasi yang bergerak seolah secara "bawah tanah" pada awal 90-an muncul ke ranah publik (kampus) dengan melakukan--menurut Qodari—"afirmasi" terhadap "politik kampus" dengan masuk dalam lembaga politik kampus. Periode itulah yang menentukan arah dakwah kampus yang lebih "terbuka" dan menjelaskan masifnya mobilisasi yang luar biasa cepat pada tahun 1998 yang melahirkanku- -KAMMI--sebagai sebuah jaringan kerja gerakan dakwah, sekaligus sebagai "tapal batas" antara dakwah kampus melalui LDK yang semula apolitis menjadi sebuah gerakan politik baru.

"Maka tatkala mereka (kaum itu) melupakan peringatan (dan ajaran) yang telah diberikan pada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang diberikan kepada mereka, Kami siksa (dan timpakan bencana kepada) mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam (terpana) dan putus asa (tak tahu harus berbuat apa)." (Qs. Al-An'am: 44)

Namaku KAMMI. Aku lahir dan besar dengan sangat cepat, dengan prestasi politik yang dianggap terlalu hebat untuk gerakan seusiaku. Saat seluruh aksi demonstrasi 1998 masih berpusar di dalam kampus sebagai wilayah yang aman dan terlindungi oleh kebebasan akademis, aku hadir keluar kampus dengan massa besar (20.000 orang) tanggal 10 April 1998 di "wilayah aman" yang lain yaitu di mesjid (Al Azhar Jakarta). Aksi yang kemudian kugeliatkan secara masif bersama elemen bangsa yang lain berturut-turut di berbagai kota, dengan darah yang terkorbankan di Trisakti, dengan sisipan manuver-manuver politik yang undercover, yang berpuncak pada kegentingan Jakarta 20 Mei 1998 saat aku, Amin Rais dan jaring reformasi yang lain merencanakan Aksi Sejuta Ummat di Monas pada hari Kebangkitan Indonesia. Aksi yang gagal, tapi berbuah esoknya: Soeharto mundur. Shadaqallaah; Maha Benar Allah dengan firman-Nya.

Lima tahun pasca Soeharto tumbang ini, kurenungi jejak-jejak langkah politikku. Kulihat setidaknya ada empat fase langkah politikku yang (ternyata) semua berjejak sama: isu kepemimpinan nasional. Sampai Soeharto lengser itulah fase pertamaku, dimana aku berhasil masuk dalam pusaran politik yang menentukan serta dimana interaksi antar elemen gerakan perubahan teramat sangat kuat. Semua berada pada lafadz yang sama: Turunkan Soeharto. Setelah itu? Kegagalan membangun platform Indonesia secara bersama dan mendefinisikan agenda reformasi yang konkrit dan sloganistis meruntuhkan bulan madu gerakan-gerakan `98. Sekat ideologis dan kepentingan menyeruak begitu pekat. Inilah fase keduaku: fase Habibie hingga Pemilu `99.

Usahaku meyakinkan bahwa reformasi harus menyeluruh, dan ia butuh waktu dan butuh penumbuhan institusi demokratis harus berkelindan dengan situasi sosial politik Indonesia yang rumit. Isu Sidang Istimewa `99 merubuhkan bangunan konsolidasi gerakan yang memecah gerakan--jadilah darah kembali menetes di Semanggi dan elemen masyarakat mengacungkan pedang dan tombaknya. Aku mencoba meredakannya dengan mengatakan bahwa menolak maupun menerima SI secara mutlak adalah salah, pilihan terbaiknya (menurutku) adalah memastikan bahwa SI menjamin reformasi total dan justru tidak meneguhkannya sebagai ruang baru bagi Orde Baru.

Saat itulah kukenalkan enam visi reformasi yang kemudian menjadi jargon utama sekaligus parameter evaluatif rezim bagi gerakan pro-reformasi pasca Orba yang meliputi: (1) penegakkan supremasi hukum dengan jalan pengadilan Soeharto (2) menghapus dwifungsi ABRI (3) mengamandemen UUD 45 (4) otonomi daerah yang luas (5) penegakkan tradisi demokrasi (6) pertanggung jawaban Orde Baru. Martin van Bruinessen mencatatkan fase Habibie sebagai situasi dikotomis antara pilihan politik kaum muslimin (termasuk Amin Rais) yang menganggap Habibie adalah "orang yang cukup" untuk menjamin transisi demokratis sekaligus menjamin "kepentingan" umat Islam, dengan pilihan politik kaum sekular yang menempatkan Habibie adalah "orang yang cacat" karena ia adalah murid Soeharto sehingga mereka memunculkan tokoh semacam Gus Dur, Megawati, dan Sri Sultan HB X yang--kata Bruinessen-- ironisnya karena alasan tertentu justru bukanlah orang yang secara tajam menyuarakan agenda reformasi saat Orde Baru masih tegar.

Hiruk pikuk fase Habibie selesai dengan Pemilu `99 yang melejitkan PDIP, "mengembalikan" Golkar dan memastikan kubu pro reformasi kembali terkubur oleh realitas politik. Gus Dur yang secara mengejutkan terpilih melalui gesekan-gesekan politik yang secara gamblang semakin menegaskan kekalahan agenda reformasi pada pragmatisme politik. Gus Dur pulalah yang selama ini disebut-sebut sebagai demokrat (setidaknya karena pada masa Soeharto ia pernah dirikan Forum Demokrasi) secara mengejutkan pula menjadi ademokratis, gagal membentuk negara yang kuat, terlebih berpikir tentang agenda reformasi. Inilah fase ketiga yang kembali mesti kulakoni: menurunkan Gus Dur! Agenda ini akhirnya mau tidak mau harus beririsan dengan pekatnya agenda politik di parlemen.

Sungguh, aku selalu berpikir bahwa Gus Dur semestinya adalah aktor politik yang dengan seluruh kebesarannya mampu menunaikan tugasnya. Tetapi ia gagal, rakyat juga berkata begitu, aku pun turun kembali dan berteriak agar ia turun. Sebuah pilihan baru yang kuambil secara lebih radikal--karena kesabaran yang semakin habis--bahwa akhirnya siapa saja yang gagal ia harus berhenti. Resiko yang kuhadapi pun tidak main-main, yang paling mahal tentu saja adalah konflik horisontal yang kembali menjadi bagian pertempuran elit politik. Berhadapan dengan pilihan sebagian gerakan kiri yang menandaskan pembubaran Golkar dan pengadilan Orde Baru sebagai satu-satunya pilihan dengan menafikan kemungkinan Orde Baru menyusup di tubuh Gus Dur. Gus Dur pun dimundurkan parlemen, dan memunculkan Megawati--dengan ironisme Indonesia yang selalu saja lupa pada sejarah--dengan problem yang sama.

Secara lebih reflektif, aku mencoba memahami kecenderunganku untuk selalu memilih isu khas kepemimpinan nasional. Pada satu sisi, ini meneguhkan posisiku yang selalu menjadi "oposan abadi" dan kelompok penekan (pressure group) bagi siapa saja yang berkuasa. Pada sisi lain, konsekuensi dari pilihan semacam ini adalah sifatnya yang pragmatis, dan pekat dengan kepentingan politik elit, karenanya menyebabkan konflik horisontal (akibat elit yang tidak pernah pede bertempur secara fair), sekaligus ia menutup pada agenda yang lebih substantif: agenda kultural dan agenda intelektual.

Masalahnya adalah karena Indonesia belum cukup dewasa untuk bertanggung jawab menyelesaikan proses demokratisasi. Pada situasi semacam itu, pilihan yang paling moderat (dan konservatif) adalah memang mewujudkan demokrasi model Schumpeterian yaitu dengan memastikan prosedur-prosedur dan koridor demokrasi dibangun dan dijalankan secara konsisten, sembari diimbangi dengan pilihan demokrasi partisipatif yang memastikan rakyat memungkinkan terlibat secara aktif dalam agenda politik yang biasanya diklaim sebagai wilayah elit politik. Inilah pilihan yang disodorkan oleh Eep Saefullah Fatah dengan istilah "kesabaran revolusioner" dengan mengkritik pilihan kedua yang ia sebut "ketergesaan politik" yaitu dengan secara radikal-revolusione r kembali meruntuhkan rezim yang--selalu saja--Orbaism.

"Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang dzalim penduduknya, dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau". (Qs. An-Nisa: 75)

Namaku KAMMI. Tasydid pada mim dalam namaku adalah representasi ideologisku. Islam bagiku adalah energi yang amat dahsyat sekaligus samudera yang amat luas. Bagiku, Islam lahir untuk menentang dominasi dan hegemoni ide serta kekuasaan, ia menegaskan akan ketiadaan yang mutlak kecuali Allah Swt. Islam juga agama yang sangat kenyal (pervasive) mengikuti zaman, hingga Islam akan sulit dilihat sebagai agama yang out of date sehingga menjadi monumen ritual budaya semata, atau bahkan dipinggirkan dari peran-peran duniawi menjadi sekedar jalan spiritualitas. Bacaan terhadap Al-Quran dan Sunnah dilengkapi dengan metodologi (seperti Ushul Fiqh, dan Musthalah al-Hadits) yang memungkinkan untuk menjawab setiap pertanyaan zaman. Karena itulah, Islam selalu merupakan agama yang syamil wamutakammil (lengkap dan sempurna).

Keyakinanku yang utuh semacam inilah sebenarnya yang telah melahirkan kader-kader dakwah yang kata Tempo "sederhana, sopan, rendah hati (tawadlu), rajin ibadah, dan menegakkan sunnah" atau dalam bahasa Eko Prasetyo "berwajah teduh bermata sejuk--lugu dan murni, tetapi tampil dengan gagah, berani dan mungkin sedikit angkuh". Terlebih digambari dengan sejumput keistimewaan kalau tidak--menurut Bachtiar Effendy--"kemewahan " (luxury) bahwa mereka adalah generasi muda Islam terdidik yang terjalin dalam jaringan gerakan secara solid dan militan, barang berharga yang susah ditemukan oleh teman-temanku gerakan mahasiswa lain.

Karena itulah, dengan seluruh kelengkapannya Islam sebenarnya selain ia telah menyediakan energi bagi ranah politik yang selama ini kupakai, ia juga memberikan energi gerakan dan menjadi samudera eleborasi bagi ranah lain yang sayangnya jarang kumasuki: ranah kultural dan ranah intelektual. Ranah politik memang memastikan tekanan yang besar terutama bagi agenda pragmatis, tetapi ia meninggalkan sebuah ruang kosong yang justru berkontribusi dalam penunaian agenda perubahan bangsa. Kuamati bahwa realitas politik beberapa tahun pasca Soeharto adalah hiruk pikuk "seolah-olah" reformasi (alias reformasi palsu), kalau tidak justru adalah penggagahan reformasi oleh kepentingan nafsu kekuasaan dan kekayaan. Orde Baru telah berkembang jauh dari sekedar struktur politik menjadi mentalitas dan budaya, sehingga menumbangkan Orde Baru sesungguhnya bukanlah sekedar menggulung aktor-aktornya tapi justru merevolusi konstruksi mental yang ia bangun.

Ironisnya, seringkali aku harus terkejut melihat fenomena-fenomena Islam di Indonesia yang telah menyelusup secara "diam-diam" dalam relung-relung batin dan ruang-ruang masyarakat padahal akulah (setidaknya benih yang menumbuhkanku) adalah salah satu yang dulu mengenalkannya. Telah banyak cendekiawan yang menawarkan proposal agenda kultural itu: Kuntowijoyo dengan ilmu sosial profetiknya, Amin Rais dengan tauhid sosialnya, Muslim Abdurrahman dengan Islam transformatifnya. Bahkan Yusuf Qaradhawi amat membantu dengan merumuskan seperangkat fiqih yang membuatnya terasa mudah: fiqh perbedaan (ikhtilaf), fiqh pertimbangan (muwazanat), fiqh prioritas (aulawiyat), fiqh nash dalam kerangka maqashidu syari'at, fiqh realitas (waqi'), dan fiqh perubahan (taghyir). Yang mereka butuhkan adalah kemauanku mengelaborasinya secara intelektual, dan mengoperasikannya dalam lapangan gerakan. Itu saja.

Diversifikasi agenda mungkin itulah yang mesti kulakukan saat mentas dari usia balita karena "perang Badar di garis depan dimenangkan karena Ibnu Ummi Maktum telah menjaga Madinah". Agar "potong generasi" atau "revolusi" tidak sekedar menjadi slogan. Aku mahasiswa, Aku muslim, Aku orang Indonesia. Namaku KAMMI.

***

Akhi Imron Rosyadi sudah mengenalkan sekaligus mengisahkan KAMMI kepadaku dan juga kepada kader-kader KAMMI bahkan publik dengan lugas dan sederhana. Minimal cerita tentang masa-masa tumbuh dan masa-masa sulit itu. Masa awal mula muncul secara defacto maupun dejure. Dari kekuatan dan ideologi yang melahirkannya sampai fase-fase ia tumbuh menjadi besar. Walau Akhi Imron Rosyadi hanya menceritkan sampai masa Megawati memimpin, namun apa yang diceritakan sangat "mengalur," mencerminkan kesungguhannya untuk mengenang masa-masa indah di KAMMI. Semua itu dilakukan sebagai bukti cintanya kepada KAMMI; kader-kadernya.

Kini zaman telah berubah, dan KAMMI pun sudah berada pada masa yang berbeda pula. Pergantian kepemimpinan nasional dari Megawati-Hamzah Haz ke pasangan SBY-JK pada tahun 2004 untuk periode kepemimpinan 2004-2009 telah menjadi kenyataan, bahkan telah menjadi sejarah. Mengapa? Karena itu telah terjadi. Walau visi reformasi tak begitu terimplementasi, namun minimal ruang publik terbuka lebar bagi pelibatan setiap elemen bangsa untuk bekerja dan bahkan sekedar untuk bersuara; memberikan yang terbaik untuk Indonesia, dan meneriaki para elit yang kuanggap ingkar janji.

Pasangan SBY-JK tentu memiliki tantangan tersendiri dalam membawa negeriku tercinta ke altar kebangkitannya. Banyak kejadian, peristiwa, kasus dan isu yang sangat masif saat itu. Di antaranya, tsunami Aceh, tsunami Ciamis, gempa Yogyakarta, lumpur Lapindo, korupsi, terorisme, hubungan luar negeri, politik global, global warming, kemerdekaan palestina dan seterusnya. SBY-JK waktu itu memang mengalami ujian sebagai pemimpin.

Entahlah, apa yang dilakukan oleh pasangan SBY-JK masih menyisahkan banyak pertanyaan. Baik diriku maupun selain diriku. Bukan sekedar karena SBY-JK mengalami hambatan politik karena koalisi yang ternyata "sakit-sakitan, " tapi juga karena berbagai lembaga tinggi negara, media masa dan LSM dinilai belum melakukan yang terbaik. Bahkan diriku sebagai mahasiswa dan juga teman-temanku hanya diam tak berkutik. Protes atas ketidakadilan hanyak kulakukan ketika diriku tak mendapatkan apa-apa. [Astaghfirullah] . Lalu, apakah dirimu mengalami hal yang sama? Apakah KAMMI berposisi seperti itu? Jangan, janganlah kiranya. KAMMI ini memiliki kehormatan, dan karena itu bagiku, KAMMI terlalu kerdil untuk melakukan hal-hal itu.

Tahun 2004-2009 sebagai masa-masa SBY-JK memangku jabatan sebagai Presiden dan Wakil Presiden negaraku memang adalah masa-masa--yang menurut hasil penelitian dan survey LSM dan berbagai media--membuat sebagian anak bangsa--termasuk diriku--frustasi dan antipati terhadap keberadaan pemerintah dan berbagai lembaga negara. Bahkan mekanisme kenegaraan dan politik tak selalu dianggap penting. Mengapa? Karena ektifitas peran tak begitu menguntungkan masyarakat. "Elit berkuasa, rakyat menderita", cetusku suatu ketika.

Lalu, apakah diriku terlibat bersuara dan bergerak ketika para elit bangsaku seperti itu? Lantunan protes bahkan teriakan-teriakan perubahan tersumbat. Mungkin bukan karena uang eceran sisa korupsi para koruptor yang menyumbat, namun karena orientasi dan ideku yang termakan nafsu jangka pendek atau bahkan kejahiliaan dalam mengimplementasikan nilai-nilai ideologi KAMMI. Hal itu bisa jadi telah membuatku jadi diam membisu. Benar-benar diam tak bertenaga. Sesekali diriku membuat alasan pembenaran dengan berbagai bentuk "pasal-pasal" pembenaran. "Setiap zaman ada skenarionya, karena itu sesuatu yang baku bisa direkayasa, perlu mengikuti trend zaman", dan berbagai macam "pasal-pasal" yang sering kujadikan sebagai pembenaran. Semuanya tak selalu salah, karena yang kumaksud adalah kekuatan imunitas. Ah, entahlah. Itu mungkin pengalamanku. Yang jelas, dari hari ini kuberjanji pada diri bahwa itu adalah masa lalu. Masa-masa untuk belajar menata. Dan masa depan adalah masa-masa bagiku untuk berkontribusi pada taman indah, sebuah negara yang pendahuluku beri nama Indonesia.

Singkat cerita, Muslim Negarawan terlahir sebagai sebuah orientasi pengkaderan KAMMI, sebuah organisasi di mana aku belajar menjadi orang. Tempat diriku memperoleh kultur intelektual dan nilai kebaikan. Sederhana memang, namun itulah sebuah jawaban atas berbagai pertanyaan masyarakat atas berbagai fenomena politik dan kepemimpinan yang serba tak menentu. Bahkan organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan yang lain, yang konon diharapkan menjadi rahim bagi para pemimpin yang kuat dan berkualitas justru tiarap dan tidur di persimpangan jalan. Benar-benar tak berenergi. Bersuara--seperti mengeluarkan protes sosial dan protes politik--justru hanya menghabiskan tenaga. Bukan saja karena penguasa yang enggan mengubris, tapi juga mungkin karena teman-temanku yang masih menjadi mahasiswa sudah malas mendengar jeritan dan tangisan rakyat. Bahkan teman-temanku yang lain di LSM, Gerakan Mahasiswa dan juga media masa justru berlomba-lomba menyusun proposal demi mendapatkan jatah anggaran dari mereka-meraka yang berwenang. Ironi memang, namun begitulah fenomenanya. Lalu, apakah diriku terjebak dengan teman-temanku yang tak lelah melakukan hal yang boleh jadi tidak haram tetapi bisa "melemahkan" gerakan?

Ah entahlah, mungkin itu sudah menjadi kerja LSM dan media masa. Yang jelas, kini aku--sebagaimana juga KAMMI--telah memasuki fase baru. Bahkan pasangan SBY-JK sudah berlalu. Mereka sudah terpisah. Pemilu 2009 yang lalu adalah saksi perpisahan mereka. Kini aku menyaksikan fenomena baru, pemimpin baru. Minimal pasangan baru. Untuk urusan agenda dan visi kepemimpinan bukan urusanku. Itu adalah urusan SBY-Boediono yang terpilih menjadi pasangan baru; Presiden dan Wakil Presidenku. Ya, "Panglimaku" , "Panglimamu" juga. Namun, diriku dan juga dirimu memiliki tanggung jawab yang mencakup hak dan kewajiban untuk mengingatkan kedua pasangan ini. Bukan karena "sok ngatur," tapi sebagai bukti cinta kepada rakyatku yang mendiami Indonesia. Mengapa? Karena bangsa ini sedang sakit dan menangis tersedu-sedu. Banyak hal yang membuat ia sakit dan menangis. Ada kasus KPK, Century, isu pemakzulan Boediono, situasi politik yang seakan-akan tak terarah dan seterusnya. Pokoknya masalah di mana-mana dan.... Ya begitulah Indonesia; sebuah negeri di mana kutinggal kini.

Lalu, bagaimana KAMMI? Aku tak begitu tahu, yang jelas Muktamar Luar Biasa (MLB) di Jakarta, 16-19 Juni 2009 yang memutuskan untuk digantikannya pasangan Rahmantoha Budiarto-Fikri Azis dengan pasangan Rijalul Imam-Deni P menyisahkan banyak pertanyaan; minimal untuk diriku sendiri. Namun, entahlah, aku tak begitu tahu. Aku hanya "ngedumel" tak berujung. Aku tak memiliki kapasitas untuk berbicara dan membicarakan seputar MLB. Yang jelas, aku hanya mendokumentasikan semua opini yang berkembang sebelum, ketika bahkan setelah MLB. Bukan untuk menabung "kebingungan, " tapi untuk dokumentasi. Benar-benar dokumentasi. Kalau dirimu mau silahkan copy saja ke laptop mungilku. Semoga kelak apa yang diriku lakukan bermanfaat bagi siapapun, terutama KAMMI. Minimal sebagai bahan pelajaran untuk masa-masa yang akan datang. Untuk itu jugalah, diriku tak malu memberikan dokumentasi berupa dfat naskah (kumpulan tulisan) tentang MLB kepada Akhi Rijalul Imam yang kini mendapatkan amanah sebagai Ketua Umum PP. KAMMI periode 2009-2010; Sang Imam yang juga mengimamiku di KAMMI dan juga penerbit Muda Cendekia Bandung [sebuah penerbitan di mana diriku menjadi Tim Redaksi--salah satu Editornya].

2009 dengan berbagai momentumnya- -seperti pergantian kepemimpinan nasional, ulang tahun konferensi Asia-Afrika, usia KAMMI yang memasuki dasawarsa kedua dan seterusnya-- telah berlalu. Indonesia kini sedang dipimpin oleh SBY-Boediono, presiden pilihan rakyat secara langsung. Suatu ketika aku sempat berpikir dan bertanya, "Mengapa SBY-Boediono terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presidenku?" Yah, aku belum begitu paham. Kalau dirimu tak sepakat, jangan salahkan SBY-Boediono. Kalaulah SBY-Boedinono memiliki kesalahan tapi terpilih menjadi "panglima negara," itu bukan sekedar kesalahan mereka untuk--yang konon kata sebagian orang--tidak legowo menjadi rakyat biasa, tapi juga karena memang publik yang "punya suara" belum pernah kau sapa. Rakyat yang sering "dikampanyekan" untuk dibela itu baru basa-basi, semacam iklan penebar janji. Padahal rakyat menangis; bosan melihat janji palsu. Bukan karena mereka benar-benar cerdas, tapi juga karena mereka tak mengenal apa maunya dirimu--sebagaimana juga diriku.

Lalu, bagaimana dengan KAMMI? Dengan Ketua Umum baru yang "diimami" Akhi Rijalul Imam, dengan berbagai macam ide besarnya, KAMMI diharapkan benar-benar terpimpin. KAMMI diharapkan bisa menjalankan peran strategisnya sebagai lokomotif perubahan umat dan bangsa. Dengan catatan, "Imam" yang keliru jangan sungkan ditegur; "makmum" yang "masbuq" juga mesti dikasih teguran. Namun, perlu diriku tahu, kalau "Imam" salah tolong ucapkan "Subhanallah. " Itu kalau diriku Ikhwan (laki-laki). Apa maksudnya? Kalau "Sang Imam" salah baca atau bahkan lupa rukun, jangan "tepuk tangan," itu standar teguran makmun akhwat (wanita) kepada "Sang Imam". Bagi seorang "makmun" ikhwan (laki-laki) caranya dengan memberi pujian kepada Allah dengan memberikan ide segar atau narasi yang membuat "Sang Imam" tersadarkan, dan mengingat kembali bacaan, rencana dan strategi gerakannya.

Mengapa? Karena kalau "tepuk tangan" itu adalah standar teguran akhwat (wanita) kepada sang Imam. Dan kalau seorang "Imam" sudah ditegur akhwat (wanita)--apalagi karena tak mempan dibacakan "subhanallah" oleh "makmun" Ikhwan (laki-laki)- -maka ini adalah isyarat kalau "makmun" Ikhwan (laki-laki) keseringan menegur dengan standar akhwat (wanita) atau "Imam" tak mau ditegur oleh "makmun" ikhwan (laki-laki); sementara akhwat (wanita) menggunakan standar ikhwan (laki-laki) atau "Imam" tak mau ditegur "makmum" akhwat (wanita). Nah, kalau KAMMI sudah begini, maka "subhanallah" dan "tepuk tangan" benar-benar tak ada manfaatnya. Ujuduhu ka 'adamihi; adanya seperti tidak adanya. "Sang Imam" ke mana, "makmun" ke mana. Ketua Umum ke mana, kader-kader KAMMI ke mana-mana.

Diriku selalu berharap agar "Imam-imam KAMMI" dan juga kader-kader KAMMI sebagai "makmum" hadir dan teguh dengan orientasi perjuangannya. Diriku rindu "Imam-imam" dan semua "makmum" KAMMI perginya dirindu dan pulangnya ditunggu. Minimal oleh Sekretariat KAMMI di mana diriku dan mereka sering "sujud", bercerita, bermimpi tentang diri, tentang KAMMI, tentang umat, tentang Indonesia dan Islam. Agar "masjid" indah Indonesia termakmurkan. Sehingga semua orang bisa menunaikan shalat berjama'ah dengan khusyu'; semacam penghambaan hanya untuk Allah dan memberikan yang terbaik serta melakukan apa yang bisa dilakukan untuk Indonesia.

2009 telah berlalu, dan kini aku dan KAMMI sebuah rumah tempat aku tinggal berada di tahun 2010. Di usianya yang ke-12 ini [tanggal 29 Maret 2010, KAMMI sudah berusia 12 tahun], KAMMI menemukan momentum baru bagi Indonesia, bagi umat dan peradaban dunia. Apa yang pernah dijadikan sebagai orientasi bahkan masih menjadi orientasi pengkaderan KAMMI masih dan akan selalu ada relevansinya. Walau kini ide-ide itu masih berhadapan dengan berbagai macam kendala; namun diriku berharap agar ruh dan semangat untuk beramal masih terus membara.

Munculnya Muslim Negarawan adalah jawaban sekaligus cita-cita KAMMI, sebuah ide besar yang membuatku menjadi bertambah semangat. Bukan sekedar karena fenomena politik dari tahun 2004-2009, tapi juga untuk sebuah cita-cita jangka panjang. Memimpikan yang terbaik bagi Indonesia. Muslim Negarawan adalah ide tentang kader-kader [anak-anak dakwah] yang belajar menamam benih; di mana kelak mereka jugalah yang memetik buahnya. Ya, diriku dan dirimu untuk semua orang. Muslim Negarawan diharapkan merupakan manusia yang terlahir dari rahim dakwah--termasuk KAMMI yang kini berusia 12 tahun ini. Jangan menunggu sejarah yang membuatnya menjadi ada, tapi biarlah masing-masing diri meningkatkan kompetensinya. Biar jika masanya tiba, diriku dan dirimu pun terlahir dan tumbuh menjadi besar; menjadi Muslim Negarawan.

Kini KAMMI sudah berusia 12 tahun. Sebuah usia yang sangat muda, dan masih belia. Namun, tentu dengan harapan agar aku tak terjebak dengan usia KAMMI-ku secara dejure; karena sebetulnya secara defacto--sebagai bagian dari gerakan dakwah Islam--KAMMI- ku sudah berusia lebih tua dari umurku. Dan umur defacto-nya KAMMI adalah sandaran bagiku untuk menghitung kerja-kerja KAMMI. Mengapa? Karena KAMMI hanyalah formulasi dari mimpi besar sebuah gerakan besar. Karena itu jugalah bagiku KAMMI adalah gerakan besar; sebuah anugrah terindah bagi Indonesia bahkan juga dunia Islam. Walau kini seakan-akan atau kelihatan lugu, itu bukan karena umur ideologinya yang muda, tapi diriku yang tak mengerti dan belum paham betul apa yang mesti dikerjakan di KAMMI. Hal ini bukan berarti KAMMI tak tau diri, tapi lebih karena diriku--sebagaimana juga kader-kader KAMMI yang lain--baru belajar menjadi "kader KAMMI."

Bagiku, usia 12 tahun ini adalah waktu yang cukup bagi KAMMI untuk membumikan bentuk manusia yang akan dibentuknya, dan apa maunya KAMMI untuk Indonesia--tempat ia dilahirkan-- dan Islam--dien yang dijadikan sebagai pijak dasar gerakannya. Membumikan identitas selama 12 tahun adalah waktu yang sangat cukup untuk itu. Nilai-nilai gerakan dakwah Islam yang terinternalisasi di KAMMI selama ini cukup bagiku--tepatnya KAMMI--untuk menginspirasi Indonesia agar bangkit. Tanpa bermaksud melupakan agenda gerakan pada masa-masa berusia 1 sampai 12 tahun, ke depan KAMMI mesti melakukan sesuatu yang lain. Mungkin substansinya tak berbeda, namun formulasinya mesti disesuaikan dengan zaman di mana KAMMI berada; tempatku menanam benih kebaikan. Setapak demi setapak.

Jujur, diriku merasa bahwa apa yang kupikirkan dan kumimpikan untuk dan di KAMMI belum seberapa. Aku sangat menanti ide-idemu, agar apa yang terbersit dalam pikiran dan obsesi hatiku menjadi kenyataan. Baik untuk masa kini maupun untuk masa depan KAMMI. Karena itu, hari ini [14 Maret 2010], di samping kanan-kiri, di depan-belakang AB3 KAMMI; pada momentum Leader Forum AB3 KAMMI Se-Wilayah Jawa Barat dengan--yang sengaja kuusulkan agar diberi--tema, "12 Tahun KAMMI Menata Indonesia: Membumikan Ideologi, Menginspirasi Indonesia" adalah kesempatan terbuka bagiku untuk bangun dari tidur lama. Sarana pembelajaran bagi kedewasaanku untuk berpikir lebih cerdas dan melangkah lebih tegas; seperti yang sering kusampaikan, "Berpikir Cerdas, Bergerak Tuntas".

Lebih lanjut, agenda ini adalah kesempatan terbaik bagiku untuk mendengar "apa kata mereka"; saudara-saudaraku AB3 KAMMI. Sekaligus mengumpulkan ide yang berserakan, untuk kemudian memaksa diriku untuk ikut terlibat dalam membumikan berbagai gagasan sebagai wujud cintaku kepada KAMMI sebagaimana "diajarkan" oleh nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip (ideologi) gerakan KAMMI di mana aku besar dan dibesarkan.

Apapun hasil agenda Leader Forum ini, diriku tetap percaya bahwa yang hadir adalah orang-orang besar; dengan berbagai macam ide dan keragaman potensinya. Adalah sebuah kecemerlangan jika agenda ini terselenggara atas persiapan yang sederhana, dan memang sangat sederhana. Mengapa? Adalah perlu bagiku untuk bercerita. Panitia yang ikut terlibat sejak awal maupun hingga saat ini adalah inspirator bagiku; tempatku mendapat pelajaran. Mereka telah berusaha untuk melakukan yang terbaik; walau lelah dan letih menerpa bahkan "sakit-sakitan" , itu seakan telah menjadi penguat--semacam obat yang menghilangkan rasa sakit--bagi mereka untuk terus berjalan.

Sekali lagi, walau sederhana, mereka layak diberi apresiasi. Mereka adalah saudara-saudaraku dan saudara-saudaramu juga. Siapa sajakah mereka yang masih belajar untuk terus melampaui kelelahan itu? Siapakah yang terus-menerus merindukan kebaikan untuk KAMMI itu? Mereka adalah Akhi Edi Mardiana [yang beberapa waktu yang lalu menggantikan amanahku di Ketua Bidang Kaderisasi Wilayah Jawa Barat 2009-2010], Ukhti Purnamasari, Ukhti Susi Susilawati [dua-duanya staf Kaderisasi KAMMI Wilayah Jawa Barat 2008-2010], Ukhti Siti Nur'aeni [Akhwat KAMMI UIN 2005] dan beberapa orang yang tak cukup kutulis namanya di sini.

Di samping itu, dengan menjadikan kampus Universitas Padjajajaran (UNPAD) sebagai tempat pelaksanaan pertemuan ini adalah "barokah" lain yang mesti diapresiasi. UNPAD adalah salah satu kampus representatif; representasi dari berbagai kampus besar. Bukan untuk apa-apa, namun semoga ke depan KAMMI terus hidup dan tumbuh di kampus-kampus besar di seluruh negeri ini. Semoga ke depan KAMMI bisa hidup dan besar kembali di beberapa kampus besar, yang dalam waktu terakhir membuat diriku bertanya, "Mengapa di kampus-kampus besar KAMMI 'mati'?..... "Mengapa KAMMI tak begitu 'hangat' di IPB, UI dan ITB?"....Padahal yang aku tahu semua kampus itu berada di Provinsi Jawa Barat, tempatku kini beraktivitas! "

Aku percaya, "Sang Imam" mampu "mengimami" KAMMI dengan tulus dan tegas. Bagiku, "Rijalul Imam" bukan sekedar nama bagi Ketua Umum PP. KAMMI periode 2009-2010, tapi juga "do'a" bagi masa depan KAMMI. Ya, benar-benar "Imamnya para Imam". Dengan senang hati, diriku berharap agar Imam KAMMI saat ini--sebagaimana diriku sebagai "makmum"--benar- benar memahami posisinya dengan tepat.

Yang dibutuhkan sekarang adalah keterlibatanku dan semua kader KAMMI agar "Sang Imam" kuat dan terus-menerus membacakan dengan jelas kepadaku dan kader-kader KAMMI akan "ayat-ayat gerakan" yang sempat dibacakannya dari sejak ia ikut terlibat di KAMMI tahun 2000 yang lalu atau ketika ia mempublikasikan gagasannya melaui buku Menyiapkan Momentum dan di berbagai media.

Semoga "Sang Imam", diriku dan kader-kader KAMMI sebagai "makmum" bahkan elemen bangsa dan umat terinspirasi. Artinya, tema "12 Tahun KAMMI Menata Indonesia: Membumikan Ideologi, Menginspirasi Indonesia" mampu membawaku ke sebuah lapangan luas bernama Indonesia dengan berbagai macam ide besar yang kuperoleh dari saudara-saudaraku di KAMMI. Meminjam ungkapan Akhi Edi Mardiana (Pjs. Ketua KAMDA Sumedang 2010) di sela-sela kesibukannya sebagai Peternak kelinci, "Maju terus, Pantang Mundur!".

Kalau Akhi Fahri Hamzah--mas' ul pertamaku--menyebut nya sebagai "anak-anak sekolah" yang punya "gagasan untuk berjama'ah', berkumpul dalam suatu kesadaran akan pentingnya membina diri secara fisik, mental, dan spiritual" di mana "kesadaran ini berlanjut menjadi semacam gerakan purifikasi" yang menjadikan "sejarah nabi dan sahabat sebagai ingatan dasar", maka hal itu akan terus menjadi inspirasi KAMMI dan insya Allah berlanjut menjadi kenyataan.

Apapun yang kini menjadi pikiran dan obesiku juga dirimu, akan lebih bijak jika ia mendapatkan sudut pandang bahkan ide lain dari siapapun yang mencintai Islam dan bangsa ini. Karena itu, dengan mengharapkan ridho-Nya, diriku dengan tulus mengundang Pa Andi atau yang lebih akrab dipanggil Akhi Andi Rahmat [Ketua Umum KAMMI Pusat periode 2001] menjadi pemateri agenda Leader Forum ini.

Jujur, diriku sedikit malu. Benar-benar malu. Mengapa? Karena pada sore hari Juma'at/12 Maret 2010 ketika Pa Andi Rahmat belum berkesempatan memberikan konfirmasi, aku sempat SMS ke beliau, "Semoga semua aktivitas bernilai amal sholeh di sisi-Nya! Selamat berjuang wahai pejuang dakwah. Perlemen adalah sarana, dan karena itu, semoga semua yang terlibat bisa memberi maslahat. Walau kami sangat menanti kehadiran pa Andi, namun kini kami bertambah percaya bahwa Antum memang sudah bukan hanya milik KAMMI semata tapi juga milik publik yang terseok-seok oleh carut marut yang terus mendera. Selamat berjuang pejuang. Semoga KAMMI mendapat inspirasi dari generasi pendahulu, walau lewat SMS."

Namun, aku tak jadi malu. Karena kini, ternyata apa yang kusampaikan ke beliau bukan "ancaman". Itu adalah bukti kesungguhanku untuk menghadirkan beliau pada acara Leader Forum AB3 KAMMI. Sebab, bagiku, beliau memiliki kapasitas yang sangat mumpuni. Dengan belajar untuk tulus kuharap agar agenda ini bermanfaat; baik bagiku maupun bagi saudara-saudaraku yang hadir di agenda ini, terutama untuk keberlanjutan KAMMI dalam mewujudkan cita-cita gerakannya.

Akhirnya, izinkan aku tuk mengucapkan, "Selamat ber-duabelas pas. Tendang, tendanglah bola [ide besar] itu ke gawang besar Indonesia. Biar ideologi itu mampu menginspirasi Indonesia. Improve Your Competence And Win The Future!"

Jl. Ahmad Yani No. 873 Bandung;
Rabu/10 Maret 2010, Pukul 05.00 – 12.02 WIB

Catatan:
Kalau di dalam tulisan ini ada kalimat atau istilah berbahasa arab itu adalah upaya untuk memperluas ruang bagi bahasa arab dalam realitas kehidupan kita. Namun demikian, saya mohon maaf; lebih-lebih saya tidak mencantumkan arti dari kalimat atau istilah yang saya cantumkan.
__._,_.___
KAMMI Melaksanakan Peringatan Milad Ke-12
Jakarta, 27 Maret 2010

Perubahan, itulah sebuah semangat yang digaungkan oleh segenap kader dan pengurus KAMMI dalam puncak acara Milad ke-12 KAMMI yang berlangsung sabtu malam 27 Maret 2010 di Wisma Graha Pemuda
Menpora, Senayan. Acara yang bertemakan Muslim Negarawan : Menuju Indonesia Baru, Bersih, Mandiri dan Madani ini menghadirkan 2 tokoh bangsa untuk menyampaikan orasi mereka, yaitu Akbar Zulfakar, anggota DPR RI sekaligus alumni KAMMI dan Marwah Daud Ibrahim anggota Dewan Presidium ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia).

Di dalam orasinya, Akbar Zulfakar yang juga adalah alumni KAMMI menyatakan,KAMMI lahir sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi bangsa yang pada saat itu sedang didera oleh krisis ekonomi. KAMMI didirikan untuk melakukan perubahan.Beliau juga menyampaikan rasa bangga bahwa KAMMI sejak didirikan pada 29 Maret 1998, telah memiliki perwakilan di 33 Provinsi di Indonesia. Beliau berharap KAMMI dapat berkembang dan Berjaya di masa yang akan datang.

Sementara itu DR. Marwah Daud Ibrahim menyampaikan pentingnya menjaga kedaulatan negara melalui pengembangan iptek dan menyertainya dengan keimanan dan ketakwaan. Pada kesempatan itu pula Dr. Marwah mengajak seluruh anggota KAMMI dan organisasi kepemudaan yang hadir pada saat
itu untuk berpikir dalam kerangka kenegarawanan. Negarawan adalah orang yang berpikir untuk generasi mendatang, lanjut ibu dari 3 anak ini. Beliau mengingatkan kepada aktivis mahasiswa dan para pemuda untuk tidak patah arang dan berpikir untuk kemajuan bangsa, karena beliau memiliki keyakinan bahwa Indonesia bisa Berjaya berdaulat. Para pemuda harus turun ke lapangan, menciptakan peluang, melakukan inovasi dan memberikan solusi yang ril pada persoalan-persoalan masyarakat. Tambah Doktor lulusan Amerika Serikat tersebut.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum KAMMI Pusat, Rijalul Imam, S. Hum, M. Si menyampaikan orasinya tentang pentingnya persatuan bangsa. Dan beliau mengajak para mahasiswa untuk menyatukan potensi.Indonesia mampu menjadi negara yang kuat dan berdaulat,karena potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam sangat besar. Bahkan Indonesia bisa menjadi pusat peradaban baru di dunia.

Mengenai gerakan mahasiswa, beliau menyampaikan bahwa mahasiswa bukan lagi sebagai agent of change,tetapi harus menjadi director of change. Sudah saatnya mahasiswa memimpin perubahan. Beliau menyampaikan gagasan tentang tren gerakan mahasiswa yang perlu dibangun saat ini, yaitu berbasis riset, berbasis kompetensi dan berbasis kewirausahaan.
Di samping orasi para tokoh, peringatan Milad KAMMI juga di isi oleh pentas seni oleh grup tari Saman dari STIMIK Bidakara Jakarta dan kelompok pengamen dari Bekasi.

Selain di Jakarta, Milad KAMMI ke 12 juga dirayakan di berbagai perwakilan KAMMI di daerah dengan berbagai macam kegiatan,seperti Bakti Sosial dll. (Sofyardi-Tim Humas KAMMI)

(disarikan dari milist kammipusat)

Catatan Hati Kader KAMMI Unila

 Dinamika KAMMILA di Kepemimpinan Baru
 
~Tri Lego Indah~
Kadept Kestari KAMMILA

KAMMI Unila telah lama dikukuhkan keberadaanya, pengukuhan ketua, jajaran BPH dan PH komisariat pun telah lama digelar. Itupun sudan berselang 2 bulan silam. Dalam penantian yang panjang sebelum pelantikan dan up grading pengurus (pelantikan :selasa, 16 Maret 2010), KAMMI Unila sudah banyak melakukan agenda besar berupa proses kaderisasi ,(5,6,7 Maret 2010)Dauroh Marhalah 1 perdana pasca peleburan 3 komisariat di Unila yang kini menjadi KAMMI Unila. Dalam pelaksanaannya di lapangan banyak sekali dinamika yang terjadi, yang ini menjadi bahan evaluasi bagi kita ke depan. Setidaknya sebelum pelantikan seluruh pengurus KAMMI Unila tidak hanya berdiam diri menunggu, tapi sudah aktif untuk menggelar agenda-agenda yang memang sedianya segera dilakukan, mengingat proses keterbutuhan gerakan hari ini.

Banyak sekali dinamika yang saya rasakan selama hampir 2 tahun saya menjadi seorang anggota biasa 1 KAMMI. Dan memang pasca DM1 lama kelamaan kader-kader yang telah direkrut tidak semua mampu bertahan. Mungkin ini terjadi karena kader KAMMI belum merasakan diberi sesuatu dan diperlakukan special layaknya bayi yang baru lahir. Karena memang di KAMMI yang dituntut adalah bagaimana kita sudah mampu memberikan kontribusi di KAMMI. Mungkin juga karena banyak kader KAMMI yang belum memiliki sense of belonging terhadap KAMMI. Dan belum sepenuhnya memahami fikroh yang dibangun di KAMMI (baca: visi, misi, prinsip, paradigma dan kredo gerakan KAMMI), yang kalau kader KAMMI mampu memahami fikroh tsb, akan sangat luar biasa output yang diperoleh sebagai kader KAMMI.
 
Memang tidak dipungkiri, hari ini kader-kader KAMMI terutama di Unila, banyak sekali yang memegang amanah di kampus, sehingga terjadi double amanah bahkan multiple amanah. Hal ini merupakan masalah klasik yang memang seringkali terjadi di tiap tahunnya, yang jadi pertanyaan menggelitik di hati saya, mengapa kebanyakan dari teman2 tsb lebih disibukkan dengan amanah di kampus dibanding di rumah yang telah membesarkan namanya(baca:kammi) dan tidak mau lagi kembali di rumah yang telah membesarkan namanya(baca:kammi), yang memang saya akui di KAMMI kita tidak dihadapkan pada kondisi kenyamanan seperti halnya di lembaga dakwah kampus ataupun bem sekalipun (baca:lembaga internal kampus), karena memang di KAMMI kita dihadapkan pada bagaimana kita mampu menjawab keresahan public dengan perbagai permasalah yang terjadi baik di tataran kampus maupun kedaerahan. Karena yang dibangun adalah bagaimana kita tidak hanya menjadi agent of change tapi mampu menempatkan dirinya sebagai direct of change.
 
27-28 maret 2010 musyawarah kerja komisariat (mukerkom) KAMMI unila telah rampung digelar. Kini yang sangat penting adalah bagaimana realisasi dari program-program kerja yang sudang dirancang sedemikian rupa oleh masing-masing Departemen/biro mupun LSO. Akhirnya butuh sinergisitas dan kesolidan dari kita semua demi tercapainya agenda-agenda dakwah yang akan kita usung bersama dalam upaya mengusung perubahan peradaban di unila dengan semangat keislaman.
 
Semoga tinta emas peradaban yang kita torehkan akan menjadi saksi manis pemberat amalan kita di akhirat kelak.

Thursday, March 18, 2010

Derai air mata kami bertabur
dalam sujud malam penuh syukur……
peluh kami telah deras mengucur,
bangkitkan jiwa umat yang hancur..
Wahai.. jiwa-Jiwa yg lemah,
Bangkitlah tuk masa depan yang cerah.
Wahai para pemegang amanah,
ingatlah semuanya kan punah ……
Reff
KAMMI… (Kesatuan Aksi ….Maha…siswa Muslim Indonesia)
Berju..ang pertahankan agama
Hingga… syahid, kan menjadi nyata
KAMMI….(Kesatuan Aksi ….Maha…siswa Muslim Indonesia)
Berge…rak tuntaskan kedholiman,
bergerak tuntaskan perubahan!!!!

Sunday, January 3, 2010

OPEN REKRUTMEN CALON PENGURUS KAMMI KOMISARIAT PERSIAPAN UNILA

BERGERAK TUNTASKAN PERUBAHAN
Diinformasikan kepada kader-kader KAMMI di Unila bahwa mulai hari ni, 4 Januari 2010- 6 Januari 2010 akan dibuka ORCP (Open Rekrutmen Calon Pengurus) KAMMI KOMISARIAT PERSIAPAN UNILA.Masing-masing dipersilahkan untuk memilih 1 dari masing-masing departemen/biro/LSO yang ada Yaitu :
1.Departemen Kaderisasi
2.Departemen Kebijakan Publik
3.Departemen Humas dan Media
4.Departemen Riset dan Pengembangan
5.Biro Kajian Islam
6.Biro Kesekretariatan
7.LSO BUMK (Badan Usaha Milik KAMMI)
8.LSO LM PARMA (Partai Mahasiswa)
Info Lebih Lnjut hub. Tim Formatur
ttd. Beni Sumarlin
Ketua Tim Formatur

cp tim Formatur
1.Beni Sumarlin ( 085279081556 atau 085758937903)
2.Hadi P (085269913613)
3.Taufik (085279423531)
4.Hesti (085269147504)
5.Irma (08127240529)
6.Ayu (085269026733)
7. Marchamah Ulfa (085669959066)

Pendaftaran Mulai pukul 8.00-12.00 wib