Wednesday, September 22, 2010

Utopia perubahankampus ( analisis positifis – empiris UNILA )

Utopia perubahankampus ( analisis positifis – empiris UNILA )

By : Wendy Aprianto *

Kampus atau yang sering di sebut universitas adalah wahana pembelajaran. Metode pembelajaran efektif yang menyeimbangkan antara gagasan dan implementasi atau kerja nyata. Kampus dibuat untuk mencetak SDM yan gparipurna , yang mampu berinteraksi bersama masyarakat dan mampu mengusung nilai intelektualitas perubahan.

Tak heran jika kampus banyak terdapat para aktivis, akademisi, bahkan organisasi revolusioner

( BEM,DPM,LK,HIMA ). Kampuspun menjadi prototife negara dengan hirarki demokrasi yang unik. Mahasiswa merangkap rakyat, pejabat kampus, bahkan pembuat undang – undang. Dan pada umumnya hanya mengakomodasi beberapa lingkar elite(golongan tertentu) saja.

Tak pelak,jika kampus ( intrumen intelegensia ) di harapkan pada kondisi perubahan.



Utopia perubahan kampus



Utopia merupakan instilah tentang khayalan, impian , angan – angan yang sifat negasinya hanya mengawang –awang atau mustahil. Menurut teori sosialisme utopia adalah suatu gambaran yang di ambil dari injil dimana di daerah tersebut semuabarang dimiliki bersama, bahkan rajapun tidak memiliki apapun termasuk istri dan anak ( frans margin suseno ). Esensinya bukan hal tersebut tetapi melambangkan sesuatau yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata.

Perubahan kampus , mungkin cukup jelas tetapi layak untuk di kritisi apa sebenarnyaderajat nilai perubahan yang di hasilkan kampus kepada masyarakat ( baikmasyarakat kampus, atau luar kampus ).

Adabeberapa hal yang cukup menarik untuk dilihat.



Pertama ,demokratisasi

MenurutHuntington ( the thirth wave ) ,indicator demokrasi meliputi :sekularisasi budaya, munculnya media masa, diferensiasi structural, danmobilisasi sosial ( dalam hal inimobilisasi sosial di kampus merupakan interaksi dialektis antar wacana, ide,gagasan, isu atau ceramah ).

Tentu tidaksemua indicator bisa kita gunakan dalam konteks demokrasi kampus tetapi tidakada salahnya jika kita berbicara mengenai demokrasi ideal, tetapi dalam kacamata empirisme penulis tidak ada bedanya demokrasi negara ataupun kampus. Toh ,gagasan awalnya adalah demokrasi.

sehingga,dalam hal ini system negara dituntut untuk membebaskan masyarakatnya (liberalisasi equality ). Individu diharapkan mampu menentukan masa depan dan memandirikan dirinya sendiri, tentu saja dalam batasan yang tidak bersinggungan dengan individu lain. Hal ini mencirikan kebebasan berbicara , supremasi hokumsebagai bentuk legitimasi keinginan public, saling menghargai.

Dan di luarkampus, demokratisasi kampus menjadi contoh demokrasi local dan menjadi wahana demokratisasi masyarakat sekitar kampus.



Kedua,Penguatan Institusi

Lembagakampus , harus memiliki organisasi yang efektif dan otoritatif. Dengan terciptanya kondisi demokrasi yangideal, besarnya mobilitas sosial ( dialektika wacana, isu , ceramah dll ), secara tidak langsung menciptakan masyarakat cerdas dan ingin mempengaruhi pendapat public (berpolitik ). Selain itu hal ini menciptakan keinginan besar untuk turut aktifdalam mengkritisi kebijakan kampus dan luar kampus. Jika ini di biarkan saja ,hal ini akan menyebabakan instabilitas politik. Legitimasi institusi dapat dipertanyakan , bahkan mampu menciptakan gerakan perlawanan ( revolusioner )sehingga tercipta ketidak pastian perubahan. Sehingga perlu organisasi yang efektif dan otoritatif.

Denganadanya lembaga efektif dan otoritatif akan tercipta keteraturan politik. Kebebasan akan tercipta dengan otoritaspolitik sedangkan tanpa otoritas politik kebebasan tidak akan tercipta

( Huntington) .

Sehingga,institusi kampus ( BEM ,DPM, LK,HIMA)dapat menjadi pusat isu dan pengkritisan kebijakan daerah maupun kampus. Dan fungsi perubahan sosial mampu tercipta dengan sinergisasi institusi kampus besama masyarakat.



Ketiga,Persaingan kepemimpinan politik

Marxsime berpendapat perlu adanya kerjasama atau persatuan dalam kepemimpinan politikyang disebabkan oleh kebutuhan nasinal, kepemimpinan komunal dan kondisi masyarakat industry . hal ini tercipta setelah gerakan revolutiner ( kepemimpinan kaum buruh ).

Dalamkonteks demokrasi hal ini sangat terbalik, justru dibutuhkan persaingan kepemimpinan politik dimana para politisi berusaha untuk mempengaruhi keinginanpublic. Dia dapat menawarkan keinginan perubahan yang dia inginkan. Dan jikahal tersebut tidak dilakukan di sanalah kesempatan masyarakat untuk melawannya atau melakukan gerakan revolusioner( perlawanan ).

Inipun berbanding positif dengan keinginan demokrasi , demokrasi menciptakan masyarakat yang mandiri dan equality ( persamaan ).

Dampak lanjut dari hal ini muncul gerakan oposisi yang konstruktif demi terciptanyatujuan awal kepemimpinan politik yang deterministic dengan keinginanmasyarakat.



Kondisi Unila ( Kampus ), analisispositifis-empiris



Melihat narasi di atas menjelaskan hakikat universitas atau kampus di awal – awalnya,yang pada saat ini layak untuk di pertanyakan.

Sulit dibayangkan memang , ketika mahasiswa ( pejabat kampus ) bertindak seolah pejabat public seperti birokrat. Di sibukkan dengan politik tebar pesona , berpakaianrapi, bergaya intelektual. Memang tidak masalah tetapi aneh jika melihat kerjaorganisasi yang lamban dan tidak solutif.

Sehingga sangat menggelitik dan nisbi, ada beberapa hal yang harus kta lihat dari kondisi Unila saat ini :



Pertama :Birokrasi elitis ( munculnya birokrasi baru )

Sejarah pergerakan mahasisiwa memang syarat dengan polemic terutama di internal kampus,tidak terkecuali UNILA. Kampus yangberdiri sejak tahun 1965 ini pun, tak terhindarkan dari persaingan politikkampus yang diwakili HMI , KAMMI , LMND, FMN , GMNI. PMII, PMKRI dll.

HMI sebagaiorgan mahasiswa tertua tentu sudahmendominasi sejak awal , dan sudah tidak mengangetkan lagi jikan organ inisudah memiliki garis birokrasi yang cukup kental.

Birokrasi merupakan istilah dimana pengusaan segelintir golongan yang menguasai systemserta membuat resistensi terhadap golongan lain.

HMI adalah organ tertua dan terbesar pada saat itu dan dicatat dalam sejarah pergerakanmahasiswa, hal inipun berubah sejak tahun 1998 seiring arus reformasi munculorgan kemahasiswaan baru, yang sama mengatasnamakan KAMMI . KAMMI mengusungislam sebagai cita-cita perjuangan. KAMMI digawangi oleh FSLDK ( ForumSilaturahmi Lembaga Dakwah Kampus ). Yang belakangan FSLDK berpisah denganKAMMI atas nama ego kekuasaan.

Pada saatitu muncul persaingan politik dalam perebutan kepemimpinan kampus yangdimenangi oleh KAMMI. KAMMI munculmelalui gerakan revolusioner mencoba masuk kedalam percaturan politik kampus,hingga saat ini ( 2010 ).

Seperti artikel rizal malarangeng ( liberalis kiri dan sosialis kanan ), dia menyatakanbahwaanya kaum sosialis kiri yang bergerak dengan revolusioner dan memilikimilitansi tinggi ketika sudah mencapai tujuan perjuangan menciptakan kepemimpinan revolusionerpun akan menjadi birokrasi baru yang cendrung lebihotoritatif dan sewenang – wenang. Sehingga kaum liberalisasi kananpun melakukan perlawanan untuk melawan sehingga dalam artikelnya berjudul liberalisme kiri dan sosialisme kanan.

Ini yangterjadi saat ini, muncul strutur birokrasi baru yang sangat resistensi dangolongan sentries.

Akibatnya ,hal ini melenceng dari cita – cita demokrasi, yang malah melemahkan institusi dan cita – cita demokrasi .



Kedua,Kemenangan komunal ( berdasarkan legitimasinya bukan masyarakat ).

Setelahmuncul birokrasi baru , menjadi wajar jika muncul nafsu kekuasaan yang besar.Sebagai gerakan yang menguasai politik kampus, wajar jika tidak rela menerima kekuasaanya di rebut oleh gerakan lain. Banyak negara sosialis yang memperlihatkannya, tak terkecuali Indonesia.Soekarno yang pada saat itu menjadi presiden mendeklarasikan kepemimpinannyamenjadi kepemimpinan seumur hidup.

Melaluipenguasaan PKI ( Partai Komunis Indonesia) di parlemen , hal itu memudahkan cita – cita otoritatif dan kesewenang –wenangan tersebut.

Hal ini sama dengan PEMIRA UNILA kemarin, dengan penguasaan PANSUS dan Dewan Legislatifkampus mereka mendeklarasikan kemenanganya. Walaupun , tanpa legitimasi masyarakat kampus.

Pemira UNILAkemarin memenangkan presiden UNILA secara aklamasi tanpa adanya sosialisasikebawah dan penjelasan akan hal tersebut.



Ketiga,menurunkan kualitas persaingan kepemimpinan politik.

Demokrasi identik dengan persaingan merebut keinginan rakyat. Politisi turun kepadamasyarakat untuk menawarkan gagasan perubahanya, hal ini bagian dari prosesliberalisasi.

Akibatnyadengan adanya birokrasi baru dan kemenangan komunal karena penguasaan penuhterhadap instrument kepemimpinan kampus, kulaitas pemimpin dan gagasanperubahan menjadi tidak penting. Efeknya muncul kualitas kepemimpinan yangkurang aspiratif dan kontributif.

Kekuatanistitusipun melemah dan sangat arogan,jika hal ini dibiarkan maka akan tercipta kekacauan politik.

Sudah dibicarakan di atas bahwasanya demi terciptanya keteraturan politik tentu dibutuhkan institusi yang efektif dan otoritatif ( dengan mengakomodasi keinginan masyarakat ).

Denganmelihat beberapa alas an di atas tentu perudilkukan pebenahan yang besar dan komprehensif agar tercipta tujuan kepemimpinan kampus yang hakiki.

Semoga hal ini mampu merefleksikan kondisi dan mengakomodasi cita – cita perubahan penulis.

Walahualam.





Nb : mohon masukan , ide, gagasan , dan menghindari perdebatan

Penulis tidakmemberikan solusi karena ide ini adalah gagasan barat dan solusi penulis adalahmanhaz islam ( al – qu'an dan as – sunnah ). Kedua pendekatan ini sangat jauh berbeda dan terlalu mulia jika diberikan solusi ini.


*Kepala Departemen Kebijakan KAMMI Unila

No comments:

Post a Comment

Tinggalkan jejak ya setelah berkunjung